Terkait perkara dugaan rasuah atas Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tersebut, lembaga superbody tersebut mengklaim sudah maksimal berupaya dalam menyelesaikan perkara itu.
"Sampai kemudian dalam sejarah KPK berdiri pun, kami pertama kali lakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke MA (Mahkamah Agung) sekalipun beberapa bulan kemudian juga kembali ditolak MA," sebut Ali.
Dalam perkara BLBI-BDNI opsi yang diambil KPK dalam SP3 ini adalah alasan bukan tindak pidana karena ada putusan akhir dari MA sehingga syarat unsur adanya perbuatan pidana penyelenggara negara tidak terpenuhi berdasarkan putusan akhir MA tersebut.
Sedangkan Sjamsul dan Itjih sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) selaku penyelenggara negara.
"Singkatnya, SAT, SN, dan ISN dalam perkara ini masih dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama, yang membedakan hanya pada peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut," kata Ali.
Ali menekankan, bahwa SP3 ini bukan karena KPK sulit menangkap Sjamsul dan Itjih, melainkan karena sudah ada putusan MA yang menyatakan peristiwa dan rangkaian perbuatan keduanha bukanlah tindak pidana, sehingga tidak dapat dipaksakan untuk dilanjutkan dan dibawa ke peradilan pidana.
"Kami tegaskan perkara SN dan ISN ini bukan karena tidak selesai penyidikan dan tidak cukup bukti atau karena tersangkanya DPO yang tidak bisa ditemukan," kata Ali.
Sedangkan mengenai peluang gugatan perdata sebagaimana ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), KPK berdasar UU tidak memiliki kewenangan dan legal standing sebagai penggugat.
"Namun demikian, KPK dukung dan akan 'support' data yang kami miliki terkait upaya yang akan dilakukan oleh Satgas BLBI," ujar Ali.