Dalam surat itu, disebutkan bahwa berdasar bukti permulaan yang cukup, diduga keras telah melakukan tindak pidana, melakukan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembatuan untuk melakukan tindak pidana terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaskud untuk menimbulkkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal.
"Prosesnya bukan lagi penyelidikan melainkan sudah masuk tahap penyidikan," ujar Tim Pengacara Muslim Balikpapan, Abdul Rais, Sabtu (5/6).
Sejak penangkapan itu, menurut Rais, keberadaan SP masih belum diketahui. Pihaknya berusaha mencari, baik ke Polresta Balikpapan maupun Polda Kaltim, hasilnya nihil.
"Dalam waktu dekat kami akan ke Jakarta bersama keluarga yang bersangkutan untuk mencari keberadaan SP," katanya.
Tim Pengacara Muslim Balikpapan juga akan membawa surat tertulis yang ditujukan kepada Mabes Polri, Komnas HAM, dan BNPT.
Tidak menutup kemungkinan, pihaknya juga akan berkolaborasi dengan advokat muslimin di Jakarta.
Khususnya yang pernah berpengalaman atau ikut terlibat dalam sangkaan seperti yang dituduhkan, yakni terorisme.
"Kita tidak melihat yang bersangkutan melakukan kejahatan apa, yang kita lihat pendampingan kepastian hukum terkait HAM-nya. Kalau lihat UU-nya terorisme," tutur Rais.
Pihaknya menghendaki agar jangan sampai ada tindakan pelanggaran, terlepas SP bersedia untuk didampingi atau tidak.
Menurutnya, peristiwa hukum mewajibkan adanya suatu kepastian hukum.
Hak terhadap tersangka harus dikedepankan secara transparan.
"Yang jelas pihak keluarga tengah mencari SP ini ada dimana, apakah masih hidup atau mati," ucapnya.
Sebagai tambahan, Tim Pengacara Muslim Balikpapan selaku kuasa atau penasehat hukum Keluarga SP memberikan beberapa catatan.
Berdasar, pasal 28 UU No. 5/2018 yang mengatur bahwa Penyidik dapat melakukan penanahan selama 14 hari.