TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan lanjutan perkara Bansos Covid-19 di Kementerian Sosial, Direktur PT. Restu Sinergi Pratama Dino Aprilianto mengatakan dirinya dimintai uang oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Kemensos, Matheus Joko Santoso.
Dino diketahui dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa PPK Bansos Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Dari sanalah, muncul kode dalam ukuran 1 meter dan 90 sentimeter terkait permintaan tersebut.
Baca juga: JPU Hadirkan Ketua DPC PDIP Kendal dalam Sidang Suap Bansos Covid-19
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan kode itu ketika terungkap dalam percakapan telepon antara Dino dan Joko yang diputar di persidangan.
Percakapan tersebut adapun terkait pemenuhan fee oleh PT Restu Sinergi Pratama selaku perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia barang untuk bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19
"(90 cm dan 1 meter maksudnya) dolar (Singapura) mungkin ya," ujar Dino di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (8/6/2021).
Dino mengaku mendapat jatah kuota menyediakan 50 ribu paket bansos untuk tahap 6 dan 11.
Padahal, awalnya dia dijanjikan Joko mendapatkan jatah 100 ribu paket.
Setelah mendapat jatah 50 ribu paket, Dino diminta menyerahkan uang kepada Joko sejumlah Rp1,050 miliar.
Uang tersebut diberikan kepada Joko secara bertahap.
Penyerahan uang pertama untuk pengadaan bansos tahap 6 sebesar Rp650 juta.
Pada penyerahan kedua yang nominalnya senilai Rp400 juta, Joko meminta dalam mata uang yang lain.
"Seingat saya, Pak Joko minta dalam bentuk Singapura dolar untuk sisanya," ujar Dino.
Baca juga: Kemensos: Verifikasi dan Validasi Data Agar Penyaluran Bansos Tepat Sasaran
Dino mengaku bingung menghitung kurs bila dikonversikan ke rupiah.
Maka itulah, dia tetap memberikan bayaran sisanya ke Joko dalam bentuk Rupiah.
Meski begitu, Dino mengatakan Joko tetap menagih sisa uang dalam bentuk dolar Singapura
"Diminta saja pak sederhananya, 'ya ini mana untuk paket ini? Masih kurang'," ucap Dino menirukan perkataan Joko.
Dalam perkara ini, dua mantan pejabat Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono didakwa bersama-sama mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menerima uang dari sejumlah vendor pengadaan paket bansos sembako Covid-19.
Penerimaan suap itu dilakukan secara bertahap.
Uang senilai Rp1,28 miliar diperoleh dari Harry Van Sidabukke dan Rp1,96 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja.
Baca juga: KPK Cari Bukti Soal Rp1 Miliar Untuk Anggota BPK Achsanul Qosasi di Kasus Bansos
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19.
Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.
Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar. Lantas, sebesar Rp29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuataannya, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Serta Pasal 12 huruf (i) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
--