Akan tetapi, kuasa hukum terdakwa Juliari kembali melayangkan protes atas pertanyaan Jaksa kepada saksi Rocky.
Sebab kata kuasa hukum Juliari, terkait kepemelikan kuota tersebut tidak ada yang mengatur dari Kemensos, terlebih berhubungan dengan Kukuh.
Hal itu sudah terungkap dalam sidang-sidang sebelumnya.
"Jadi mohon dengan hormat agar Penuntut Umum tidak menuntun saksi ini untuk mengakui bahwa Kukuh itu adalah pemilik kuota di Jakarta DKI. Makasih Yang Mulia," ucap Kuasa Hukum Juliari.
Kendati begitu, Jaksa membantah dan menyatakan kalau pihaknya tidak menuntun pernyataan Rocky atas segala pertanyannya.
Dalam pernyataannya jaksa menyebut hanya ingin memperdalam keterangan saksi soal perkenalannya dengan Kukuh.
"Saya tidak menuntun Yang Mulia, saya hanya melanjuti tadi keterangan saksi atas pertanyaan Hakim anggota 2, bahwa Yogas mengenalkan Kukuh bahwa Kukuh Pemilik DKI 3, betul ya saksi?" ungkap Jaksa.
Menyikapi perdebatan itu, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis meminta untuk mengakhiri perdebatan tersebut dan mengarahkan saksi untuk menanyakan hal yang lain.
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang hari ini adalah mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Sebagai informasi, Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa bekas Menteri Sosial Juliari Batubara menerima suap sebesar Rp32.482.000.000 dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19.
Diantaranya yaitu PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.
Jaksa mengungkap, uang sebesar Rp32 miliar itu diduga diterima Juliari melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19 Matheus Joko Santoso.
Adapun rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari konsultan hukum PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude, Harry Van Sidabukke senilai Rp1,28 miliar.