TRIBUNNEWS.COM - KONGLOMERAT papan atas Indonesia, almarhum Liem Sioe Liong alias Sudono Salim, nyaris kehilangan istrinya ketika pada Juni 1966 terjadi peristiwa unik sekaligus misterius.
Saat itu ada seorang berseragam tentara dan membawa senjata api, menembak istri Liem, Lie Kim Nio, hingga mengalami luka serius.
Bermula ketika Liem meninggalkan Indonesia untuk menjadi anggota delegasi tidak resmi yang berkunjung ke Singapura.
Ketika itu hubungan diplomatik Singapura-Indonesia belum dipulihkan dan Soeharto sedang mengakhiri politik konfrontasi yang dilakukan Presiden Soekarno.
Suatu sore sekira pukul 16.30 WIB, seorang berseragam tentara mencari Liem di rumahnya, kawasan Jl Gunung Sahari IV, Jakarta.
Ny Lie Kim Nio mengira orang tersebut datang untuk minta uang sehingga mempersilakan pria itu masuk.
Ny Lie kemudian beranjak masuk ke kamar untuk mengambil uang.
Ada pintu kasa penahan nyamuk di kamar, tetapi saat itu sebuah engselnya rusak sehingga tidak bisa berayun seperti biasanya.
Ternyata orang misterius itu mengikuti Ny Lie Kim Nio ke dalam kamar. Tetapi langkahnya terhalang oleh pintu yang engselnya rusak itu.
Ketika Ny Lie membalikkan badan, ia tertegun melihat orang itu menenteng senjata api.
Sang nyonya rumah berteriak sambil mengatakan, “Jangan Pak!”
Orang itu melepaskan tembakan dua kali. Satu mengenai lengan, sedangkan satu tembakan lainnya kena perut.
Tampaknya sebuah proyektil meleset mengenai jantung dan menembus punggung korban.
“Benar-benar suatu kemujuran, kalau tidak Tante (Liem memanggil istrinya dengan sebutan tante) pasti sudah meninggal. Namun Tuhan dan Budha masih melindungi Tante,” ujar Liem Sioe Liong, dalam buku ‘Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilar Bisnis Soeharto’, karya Richard Borsuk dan Nancy Chng, Penerbit Buku Kompas, 2016.
Setelah korban berteriak, pelaku panik dan kemudian melarikan diri.
Mungkin karena tergesa-gesa, pelaku lupa membawa topinya yang tergeletak di atas meja.
Saat itu di rumah tersebut ada Albert, anak tertua Liem Sioe Liong. Albert dan orang-orang yang ada di rumah itu segera melarikan Ny Lie Kim Nio ke rumah sakit.
“Tidak ada yang menghubungi saya ketika itu, tetapi anehnya, pada malam kejadian tersebut saya tidak bisa tidur,” kata Liem.
Tiga hari setelah penembakan, Liem Sioe Liong baru bisa kembali ke Jakarta. Begitu mendarat di bandara, Liem langsung meluncur ke rumah sakit.
“Ketika melihat Tante (istrinya), saya menangis. Saya merasa tidak ada harapan sama sekali untuknya, tetapi Tante pemberani. Dia mengatakan kepada saya, dirinya baik-baik saja dan saya harus pulang duLu untuk beristirahat,” kenang Liem Sioe Liong.
Menurut prakiraan Liem, ada pihak yang berusaha menculik atau mencelakai dirinya.
“Seandainya saya di rumah, saya pasti sudah dibunuh. Setelah kejadian itu kami mempekerjakan satpam untuk menjaga rumah.”
Baca juga: Sebatang Rokok Bikin Hancur Hubungan Bisnis Liem Sioe Liong dengan Ipar Soeharto
Soeharto kirim dokter
Anthony Salim, anak ketiga Liem Sioe Liong, sedang dalam perjalanan pulang sekolah ketika peristiwa penembakan terjadi. Ia juga mengatakan telah terjadi keajaiban sehingga nyawa ibunya masih dapat diselamatkan.
Menurut Anthony, ibunya tidak panik sehingga berhasil menghentikan pendarahan. Sedangkan Albert dan sopir keluarga menggotong Ny Liem ke mobil dan melarikannya ke rumah sakit.
Anthony menyebut ia harus berpacu ke bank darah untuk mendapatkan suplai darah bagi ibunya yang saat itu kehilangan banyak darah.
“Kami naik VW. Kami menaruh sten gun untuk membuka jalan, agar orang tahu keadannya darurat. Kami melawan arus. Mungkin itu yang menyelamatkan ibu saya,” kata Anthony Salim,
Ketika itu Soeharto, sahabat Liem Sioe Liong, belum menjadi presiden namun secara de facto telah menjadi penguasa baru Indonesia.
“Setelah Pak Harto diberitahu mengenai kejadian itu, dia langsung memerintahkan mengirim dokter terbaik bagi kami, namanya dr Imam Santoso. Saya tinggal di rumah sakit menemani ibu saya selama tiga pekan,” tambah Anthony Salim.
Anak peluru yang menembus tubuh Ny Lie berkaliber 0,32 inci alias 8,1 mm.
Mungkin, kalau pelaku menggunakan peluru yang lebih besar, ceritanya bisa berbeda.
Banyak teori beredar mengenai penembakan itu.
Keluarga lebih percaya orang itu mungkin mencoba mendapatkan uang dari Liem dan bingung setelah tahu yang dicari sedang berada di luar negeri.
Namun kalau hanya soal minta uang ia sebenarnya tidak perlu membawa senjata.
Liem dan keluarganya sudah biasa memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan pertolongan. Pada saat itu Liem belum sekaya beberapa tahun kemudian, tetapi sudah termasuk pengusaha sukses.
Menurut Anthony, polisi kemudian menangkap pelaku, tetapi pihak keluarga memutuskan untuk tidak menuntutnya. Mengapa?
“Kami rasa tidak ada perlunya. Buat apa membuat masalah baru? Segala sesuatunya sudah terjadi. Mencari keadilan kadang-kadang tidak membuahkan hasil. Dia (pelaku penembakan) dipenjara dua tahun karena kejahatan lain,” kata Anthony Salim. (*)
*Dikutip dari buku ‘Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilir Bisnis Soeharto’, karya Ricard Borsuk dan Nancy Chng, Penerbit Buku Kompas, 2016.
Baca juga: Lemparan Lima Granat Tak Mampu Membunuh Bung Karno di Cikini