News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Unik

Stok Bunga Segar di Singapura Habis ketika Liem Sioe Liong Berpulang

Penulis: Febby Mahendra
Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Liem Sioe Liong alias Sudono Salim berjabat tangan dengan Presiden Soeharto. Konglomerat kelas kakap ini bersahabat sejak muda dengan Soeharto. (KOMPAS/JB SURATNO)

TRIBUNNEWS.COM - BERITA duka datang dari Singapura ketika pada 10 Juni 2012, konglomerat Liem Sioe Liong alias Sudono Salim menghembuskan nafas terakhir pada usia 95 tahun.

Menurut kalender Tiongkok, saat itu adalah hari ke-21 bulan kabisat keempat, sebuah tanggal yang oleh sebagian orang bertepatan dengan angka 21.

Kebetulan Liem punya magic number (angka istimewa) 21. Sang taipan kemudian dimakamkan di Choa Chu Kang Cemetery, Singapura, pada 18 Juni 2012, sebuah tanggal pilihan para rahib Buddha .

Walaupun Liem Sioe Liong memandang Indonesia, tempat ia hidup selama 60 tahun, sebagai rumahnya, diputuskan negara pulau itu merupakan tempat cocok untuk menggelar upacara duka dan pemakaman.

Meninggalnya Liem mengundang pernyataan belasungkawa yang sangat jarang terlihat di Singapura untuk tokoh nonpolitik. Orang dari segala penjuru kawasan datang berduyun-duyun menghadiri sepekan perkabungan.

Kisah uniknya, permintaan karangan bunga yang begitu besar sehingga terjadi kelangkaan bunga segar di negara itu selama beberapa hari.

Selain itu, teman-teman dan rekanan bisnis Liem membanjiri surat kabar Indonesia dan Singapura dengan iklan belasungkawa.

Perusahaan First Pacific, termasuk Salim Group, mengeluarkan pernyataan tentang meninggalnya taipan yang lama menjadi Presiden Komisaris korporasi tersebut.

“Sekalipun sudah surut dari keterlibatan aktif, Liem berdiri di puncak karier yang panjang dan cemerlang…Kariernya berpuncak pada gelar tak resmi: industrialis nomor satu Indonesia.”

Pada masa perkabungan, tenda-tenda ber-AC didirikan, dan Hotel Mandarin Orchard  Singapura (dikendalikan Lippo Group milik Mochtar Riady) menyediakan makanan bintang lima bagi para tamu.

Ribuan tamu berdatangan mulai dari para politisi, industrialis, pengusaha , orang-orang satu klan dengan Liem, dan murid-murid sekolah para penerima  kegiatan filantropi.

Para tamu dari Indonesia antara lain mantan Presiden Megawati Soekarnoputri serta dua putri Soeharto yaitu Titiek dan Mamiek Soeharto. 

Liem Sioe Liong pernah mengungkapkan Titiek dan Mamiek merupakan dua di antara enam anak Soeharto yang paling dekat dengan dirinya.

Mantan menantu Soeharto, Prabowo Subianto juga tampak ikut melayat.  Begitu pula Dr Mari Pangestu, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, datang memberikan penghormatan terakhir.  

“Dia hadir tepat di awal pembangunan ekonomi Indonesia pada akhir 1960-an dan 1970-an, saat Indonesia harus memulai proses industrialisasi dan bisnis penyediaan pangan,” ungkap Mari Pangestu ketika ditanya mengenai sosok Liem Sioe Liong oleh para wartawan.

Banyak pernyataan pernghormatan yang dibacakan selama upacara duka cita tersebut. Daddy Hariadi, eksekutif senior Salim Group, ditunjuk mewakili 200 ribu orang karyawan Salim Group di Indonesia,  membacakan eulogi  (ucapan atau tulisan memuji seseorang, terutama yang sudah meninggal).

Baca juga: Pengusaha Liem Sioe Liong Selamat dari Kecelakaan Maut namun Kakinya Pendek Sebelah

Soeharto menangis

Dalam euloginya, Daddy menyebut bosnya itu sebgai sosok membumi yang tidak pernah mencari pengakuan, tetapi memberi sumbangan besar bagi pembangunan ekonomi Indonesia.

Sedangkan Manny Pangilinan , Chief Executive Officer (CEO) dan direktur pengelola First Pacific, berbicara mewakili staf luar negeri kelompok bisnis itu.

Manny menyebut Liem sebagai sosok lembut dan penuh pertimbangan, tidak mudah marah, dan tidak suka merendahkan atau mempermalukan orang lain. 

“Dia orang yang suka bergaul. Dalam bisnis, kemauan keras adalah norma. Dia orang kuat. Dia cerdik. Dia tegas. Saya pernah melihatnya membuat keputusan yang bisa menentukan nasib sebuah bisnis. Itulah saat-saat terbaik dalam hidupnya,” begitu kata Manny.

Eulogi berbunga-bunga juga datang dari Tiongkok, negeri tempat lahir Liem Sioe Liong. Terutama dari provinsi asal Liem yaitu Fujian.

Selama hidupnya Liem memberi perhatian besar kepada kampung halamannya di Tiongkok.

Sahabat karib mendiang, Jenderal Besar Purn Soeharto, meninggal dunia mendahului Liem Sioe Liong. Presiden ke-2 Indonesia itu meninggal pada 27 Januari 2008 di usia 86 tahun.

Pada saat Soeharto  meninggal, Liem sengaja tidak diberitahu oleh keluarganya.

Kabarnya ada keyakinan, jika ada dua orang bersahabat dekat, setelah seorang di antara mereka meninggal, yang satunya akan segera menyusul.

Liem mengaku tidak pernah melupakan pertemuan terakhir dengan Soeharto di Jl Cendana, Jakarta, pada akhir 2006.

“Kami mengucapkan selamat berpisah di pintu, dan Pak Harto menangis.”

Ketika ditanya tanggapannya soal Soeharto, Liem menjawab ia memandang penguasa Orde Baru itu sebagai keluarga.

“Kami sangat dekat. Ia orang baik dan penuh perhatian, yang bersungguh-sungguh dalam membawa pembangunan bagi rakyatnya, “ kata Sudono Salim.

Posisi Liem menjadi kian surut dengan berakhirnya Orde Baru, Mei 1998. Ditanya bagaimana perasaannya ketika rumahnya  menjadi sasaran amuk para perusuh pada Mei 1998, Liem mengatakan tidak menyimpan dendam terhadap para pelaku.

Ia juga tidak mau bangunan di kawasan Jl Gunung Sahari IV, Jakarta,  yang rusak berat itu direnovasi agar menjadi saksi peristiwa menyedihkan tersebut.

Sejak terjadi kerusuhan Mei 1998,  Liem Sioe Liong tinggal di Singapura. Selama berada di negeri pulau itu ia dua kali menggelar acara besar.

Pertama, ulang tahun ke-60 perkawinan dengan Ny Lie Kim Nio, pada 2004 yang dirayakan dengan pesta dua malam.

Kedua, ulangtahun ke-90 pada September 2005, yang juga dirayakan selama dua malam berturut-turut mengingat banyaknya tamu undangan. Pada kesempatan itu panggung dihias dengan corak Tiongkok  imperial.

Liem masuk lokasi acara, sebuah aula besar Hotel Shangri-La, menaiki rickshaw dan disambut gemuruh tepuk tangan. Para tamu mendapat suvenir sebatang emas lima gram bertuliskan aksara Tiongkok ‘shou’ (panjang umur).

Di satu sisi emas batangan itu tertulis nama Liem Sioe Liong dalam huruf Tiongkok, sedang sisi lainnya terdapat logo korporasi salim.

Penyanyi favorit Liem dari Singapura, Kit Chan, tampil menyanyikan lagu-lagu hits mendiang Teresa Teng. Selanjutnya Liem membacakan sambutan ucapan terima kasih kepada para tamu atas persahabatan dan bantuan mereka.  (*)

*Dikutip dari buku ‘Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilar Bisnis Soeharto’, karya Richard Borsuk dan Nancy Chng, Penerbit Buku Kompas, 2016.

Baca juga: Istri Konglomerat Liem Sioe Liong Ditembak Dua Kali tapi Nyawanya Bisa Diselamatkan

  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini