TRIBUNNEWS.COM - PROFESOR Dr Mochtar Kusuma-atmadja SH, pakar hukum laut pertama di Indonesia dan mantan Menteri Luar Negeri RI di era Presiden Soeharto, berpulang pada Minggu (6/6/2021) , di usia 92 tahun.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, tersebut punya kisah unik ketika menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum di perguruan tinggi di Kota Bandung itu.
Mendadak Mochtar dipecat dari jabatannya, terancam dijaring perkara pidana, dan harus ‘mengungsi’ ke Amerika Serikat (AS) karena dinilai menyerang Presiden Soekarno.
Pria kelahiran Jakarta, 17 April 1929 tersebut diangkat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) pada 1962 ketika masih berusia 33 tahun.
Setahun sebelumnya (1962) ia berhasil memperoleh gelar doktor di Unpad dengan predikat cum laude. Ketika itu sangat jarang orang memperoleh gelar doktor pada usia 30-an.
Ketika Roeslan Abdulgani sebagai menteri koordinator berceramah di Unpad, Mochtar memberi penilaian yang oleh sejumlah pihak dianggap sebagai ejekan terhadap pemerintah.
Mochtar dikatakan berani menyindir Presiden Soekarno (Bung Karno), Pemimpin Besar Revolusi, sebagai kurang berpengalaman dalam politik luar negeri, kalah dengan Nehru (Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru).
Mochtar juga menyebut Bung Karno seorang sosialis musiman. Tak pelak pernyataan Mochtar yang cukup tajam itu dipelintir dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang iri kepada dirinya.
Organisasi kemahasiswaan yang berafilisi kepada PKI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo) melakukan demostrasi terhadap Mochtar pada 25 dan 30 Oktober 1962.
Mereka melancarkan tuduhan Mochtar Kusuma-atmadja telah memfitnah pemerintah dan pimpinan nasional.
Oleh karena itu Mochtar dituding sebagai tokoh anti-Manipol dan anti-Demokrasi Terpimpin yang pada saat itu digulirkan Bung Karno.
Sebaliknya, para mahasiswa anti-komunis seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melancarkan aksi balasan untuk membela sang dekan.
Mereka mengadakan aksi corat-coret di ruang-ruang kuliah untuk menyerang balik mahasiswa pro-pemerintah.
Para mahasiwa anti-komunis itu kemudian melayangkan surat kepada Bung Karno yang pada saat itu sedang melakukan lawatan ke Jepang. Namun balasan Bung Karno justru mengejutkan para mahasiswa anti-komunis.