“Menurut laporan dari berbagai pihak, Mochtar Kusumaatmadja dalam sikap dan kuliahnya telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh diperbuat.”
Selanjutnya datang Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, Tojib Hadiwijaya, bertanggal 6 November 1962, isinya memberhentikan Mochtar sebagai Lektor Kepala merangkap Dekan Fakultas Hukum Unpad.
Baca juga: Terjebak Kudeta, 200 Pengawal Bung Karno Sebulan Jadi Tahanan di Aljazair
Istri menangis sepanjang malam
Jaksa Tinggi Priyatna Abdurrasyid menceritakan, pada 1963 Presiden Soekarno memerintahkan Jaksa Agung Soethardio, Jaksa Agung Muda Soenarjo, dan Priyatna, untuk melakukan penahanan terhadap Mochtar. Tuduhannya menghina Bung Karno.
“Kami tidak pernah menahan Mochtar, hanya melakukan pemeriksaan saksi-saksi yang dapat membuktikan Mochtar telah difitnah PKI (melalui Dr Utrecht, dosen, dan mahasiswa PKI di Fakultas Hukum Unpad),” ujar Priyatna dalam buku ‘Mochtar Kusuma-atmadja: Pendidik & Negarawan’ seperti dikutip dalam buku ‘Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-atmadja’, disusun Nina Pane, Penerbit Buku Kompas, Februari 2015.
Meski tidak ditemukan bukti untuk menguatkan tuduhan, Mochtar terpaksa mengungsi ke Amerika Serikat bersama keluarganya. Setelah puluhan tahun berlalu Priyatna masih menyimpan berita acara yang memeriksa para saksi perkara tersebut.
Ada juga kesimpulan berupa rumusan yang dibuat oleh panitia perumus yang menyebut tujuh diktat hukum internasional yang dibuat Mochtar, dari tahun kuliah 1961-1962 tidak ada satu pun yang memuat penghinaan atas diri Presiden Soekarno ataupun yang bersifat anti-Manipol/Pancasila.
Ny Siti Hadidjah, akrab dipangil Ida, istri Mochtar, sangat syok menerima kenyataan suaminya diberhentikan oleh pemerintah. Suatu malam, Ida dalam keadaan tertekan dan menangis tak henti-hentinya.
Melihat kondisi itu Mochtar membuka jendela dan menunjuk kios rokok di depan rumahnya. “Lihat itu, tukang rokok saja bisa hidup, masak kita tidak,” ujar Mochtar berupaya menghibur sang istri.
Namun Ida telanjur terpukul dan tetap menangis sepanjang malam. Setelah kejadian itu Ida seperti mengidap trauma terhadap gaya bicara Mochtar.
Ia kemudian mengawasi secara ketat perkataan-perkataan suaminya yang sering ceplas-ceplos dan tanpa tedeng aling-aling. Mochtar kemudian menjadi lebih tertutup (introvert), dan tidak seceria sebelumnya.
Sarwono Kusumaatmaja, adik kandung Mochtar yang juga mantan Sekjen Golkar, menjernihkan posisi sang kakak pada waktu itu, terutama tuduhan anti-PKI.
Menurut Sarwono, sejak muda di Gang Sentiong, Jakarta, Mochtar tidak menyukai politik praktis.
“Ia ilmuwan sejati yang hanya memfokuskan pada ilmu pengetahuan. Hanya saja ia mempunyai sikap yang tegas dan keras terhadap hal-hal yang menurutnya tidak masuk akal atau merupakan ketololan luar biasa,” ujar Sarwono.