News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Respons Bawaslu RI Sikapi Putusan MK Terkait Verifikasi Partai Politik

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar (kedua dari kiri) dalam diskusi 'Persiapan dan Tantangan Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024', di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (16/6/2021).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVIII/2020 soal verifikasi partai politik.

Menurutnya putusan tersebut membutuhkan proses pengawasan yang tidak mudah.

Terlebih ada partai politik yang harus dan tidak harus melewati verifikasi faktual.

"Kemarin Mahkamah Konstitusi melalui putusan 55 Tahun 2020 juga telah mengatakan mengenai verifikasi parpol, ada yang harus diverifikasi secara faktual dan administrasi, tapi ada juga yang hanya dilakukan administrasi," kata Fritz dalam diskusi 'Persiapan dan Tantangan Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024', Rabu (16/6/2021).

Bentuk pengawasan itu kata Fritz menyangkut bagaimana pengawasan perpindahan anggota partai politik baik mereka yang tak lagi menjadi anggota di partai tersebut ataupun pengurus yang tidak lagi menjabat alias sudah beralih.

Baca juga: Bawaslu dan KPU Sebut Peran DKPP Penting untuk Demokrasi dan Pemilu

Bentuk pengawasan juga ada pada bagaimana proses anggota parpol yang diverifikasi tanpa ditanyakan ke orang yang bersangkutan.

Sebab mungkin saja nama orang tersebut dicatut untuk kepentingan individu atau kelompok.

"Ini kan juga membutuhkan proses, bagaimana anggota parpol yang sudah bukan lagi menjadi anggota parpol, atau bagaimana dengan pengurus yang sudah bukan lagi menjadi pengurus atau sudah beralih. Atau bagaimana proses anggota parpol yang diverifikasi tanpa ditanyakan dulu ke orangnya. Jangan-jangan namanya dicatut," ujarnya.

Baca juga: Tak Temui Gangguan Signifikan, Bawaslu RI Nyatakan Gelaran PSU Pilgub Kalsel Berjalan Kondusif

"Sehingga ini kan perlu kita melakukan pengawasan. Bawaslu hadir memberi perlindungan parpol sebagai peserta, penyelenggara dan juga kepada masyarakat terhadap proses verifikasi parpol," sambung Fritz.

Sebelumnya Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga turut menyoroti putusan MK terkait verifikasi parpol tersebut.

Kata dia, imbas dari putusan itu setidaknya akan ada 9 parpol tidak ikut verifikasi faktual Pemilu 2024.

Mereka adalah PDI-Perjuangan, Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Baca juga: Bawaslu RI Belum Temui Masalah Saat Keliling TPS Awasi Pelaksanaan PSU Pilgub Kalsel

"Artinya, mereka tidak diperiksa saat tahan persyaratannya karena tidak ikut verifikasi faktual," kata Titi di Kanal Youtube Perludem, Senin (14/7/2021) lalu.

Titi melihat ada sejumlah potensi problematika hukum yang bisa terjadi atau muncul, ketika sembilan partai politik di Parlemen itu harus ikut verifikasi administrasi tapi tidak ikut verifikasi faktual.

Semisal potensi kepengurusan ganda, potensi keanggotaan ganda, potensi pencatutan nama pengurus, hingga potensi pencatut nama anggota.

Titi sangsi hanya sebatas verifikasi administrasi bisa memastikan potensi 4 problematika hukum di atas dapat terdeteksi dengan baik. Juga terkait validitas kepengurusan dan keanggotaan.

"Misalnya disampaikan berkas-berkas administrasinya lengkap gitu, ada dukungan dokumen KTP elektronik dan seterusnya. Tetapi apakah itu bisa mendeteksi mereka yang sudah meninggal dunia? mereka yang berpindah partai? Mereka yang pindah kewarganegaraan? Mereka yang mengundurkan diri karena menjadi ASN TNI Polri dan lain-lain?," katanya.

"Verifikasi administrasi itu kan tidak sampai ke situ gitu. Padahal norma soal penetapan keabsahan persyaratan itu masih hidup di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017," ujar Titi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini