News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerumunan Massa di Acara Rizieq Shihab

Bacakan Duplik, Kuasa Hukum Rizieq Shihab: Jaksa Harus Berani Pidanakan Pejabat yang Kerap Buat Onar

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Muhammad Rizieq Shihab (MRS) bersama menantunya, Muhammad Hanif Alattas dan Dirut RS UMMI Andi Tatat dalam sidang pembacaan Duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum Muhammad Rizieq Shihab (MRS), meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk turut menyeret para pejabat negara yang pernyataannya kerap membuat gaduh masyarakat.

Terlebih kata dia, pernyataan tersebut kerap dilayangkan para pejabat di saat masyarakat sedang bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan tim kuasa hukum Rizieq Shihab dalam sidang lanjutan pembacaan duplik atas replik dari jaksa yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021).

Mulanya, kuasa hukum Rizieq menjelaskan makna keonaran yang dijadikan rujukan jaksa untuk menuntut para terdakwa, yakni membuat keresahan dan pro kontra.

Dari pernyataan itulah, kuasa hukum Rizieq menyimpulkan harusnya jaksa turut memidanakan para pejabat yang sering membuat pernyataan membuat gaduh di tengah masyarakat.

Baca juga: Dituding Perburuk Kondisi Kesehatan Masyarakat, Menantu Rizieq Shihab: Pernyataan Jaksa Tak Berdasar

"Logika Penuntut Umum sendiri yang menganggap definisi keonaran sekedar keresahan dan pro kontra, maka harusnya penuntut umum menyeret mereka seperti menteri atau pejabat setingkat menteri yang justru dalam kondisi ia menjabat posisi menteri negara atau pejabat setingkat menteri sering membuat kegaduhan dan keresahan akibat pernyataan bohong dan tidak bertanggung jawab," kata seorang kuasa hukum dalam persidangan.

Lantas kuasa hukum Rizieq memaparkan beberapa contoh pernyataan pejabat yang dinilai membuat gaduh.

Pertama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengatakan “Yang membuat itu menjadi besar adalah penyakit sosial yang ada. Itu sebabnya kejahatan lebih banyak terjadi di daerah-daerah miskin. Slum areas (daerah kumuh), bukan di Menteng. Anak-anak Menteng tidak, tapi coba pergi ke Tanjung Priok. Di situ ada kriminal, lahir dari kemiskinan,”

Baca juga: Rizieq Shihab Bandingkan Perkaranya dengan Kerumunan McDonalds

Pernyataan tersebut kata kuasa hukum, membuat resah warga Tanjung Priok.

Masyarakat Tanjung Priok sakit hati dan membantah pernyataan Yasonna Laoly tersebut sehingga membuat gaduh se-Tanjung Priok.

"Mereka pun menyertakan berita yang menunjukkan pernyataan Yasonna itu," lanjutnya.

Kedua, mantan Menteri Kesehatan Terawan saat masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan sering membuat pernyataan-pernyataan kontroversial dengan menyepelekan saat awal pandemi Covid-19 dengan berbagai pernyataan seperti menolak dugaan ahli dari Harvard yang menduga Covid-19 sudah masuk ke Indonesia.

Mengatakan Covid-19 bisa sembuh dengan doa, mengatakan Covid-19 penyakit yang bisa sembuh sendiri.

Baca juga: Rizieq Shihab Singgung Disparitas Hukum dalam Rapat Komisi III DPR dengan Jaksa Agung

"Akan tetapi sikap Terawan yang menyepelekan penyebaran Covid-19 itu berujung dengan hadiah dari Presiden Jokowi yang menetapkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebagai Bencana Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Atas pernyataan Terawan itu pun membuat kegaduhan seantero Nasional," tuturnya.

Ketiga, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Yudian Wahyudi yang menyatakan bahwa “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama” dan juga mengatakan “Saya menghimbau kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara”.

Atas pernyataan ngawur yang mempertentangkan antara Agama dan Pancasila serta Kitab Suci dan Konstitusi oleh Yudian Wahyudi sebagai kepala BPIP, sontak membuat gempar seantero Nasional.

Bahkan kata Kuasa Hukum, saat itu sampai ormas Islam besar seperti NU, Muhammadiyah, PERSIS sampai MUI sebagai wadah bersama ormas-ormas Islam seluruhnya mengkritik keras pernyataan Yudian Wahyudi yang kemudian membuat kegaduhan luar biasa di tengah masyarakat, bahkan timbul keresahan ditengah masyarakat yang khawatir akan kebangkitan paham anti agama di Indonesia.

Keempat, Jaksa Agung RI ST.Burhanuddin, yang dalam rapat kerja dengan komisi III DPR RI pada tanggal 16 Januari 2020, menyatakan “Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat”.

Pernyataan itu kata kuasa hukum Rizieq telah menimbulkan kegaduhan dan keresahan ditengah masyarakat, terutama sekali keluarga korban pelanggaran HAM berat dari Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II.

"Pernyataan Jaksa Agung RI tersebut kemudian digugat oleh keluarga Korban peristiwa Semanggi I dan II di PTUN, yang kemudian PTUN memutuskan dengan Nomor Putusan: 99/G/2020/PTUN-JKT, bahwa apa yang disebutkan oleh Jaksa Agung RI terkait Perisitiwa Semanggi I dan II, oleh Majelis Hakim PTUN yang mengadili perkara itu dinyatakan sebagai tindakan melawan hukum," jelasnya.

Atas dasar itu, Tim pengacara Rizieq Shihab menilai seharusnya pejabat-pejabat di atas dijerat pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang keonaran seperti Habib Rizieq.

Sebab kata dia,pernyataan empat pejabat itu berbahaya untuk kerukunan masyarakat.

"Tapi kemudian faktanya penuntut umum tidak pernah berani menyeret mereka yang bercokol pada tampuk kekuasaan, tapi dengan senang hati melakukan penuntutan kepada Habib Rizieq Syihab, kenapa? Karena Habib Rizieq Syihab kritis terhadap kebijakan dzalim penguasa yang tidak berpihak terhadap rakyat," katanya.

Diketahui dalam perkara ini, untuk terdakwa Rizieq Shihab jaksa menuntut untuk dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, kemudian untuk terdakwa menantu Rizieq Shihab yakni Hanif Alattas bersama Andi Tatat terigister dengan perkara berbeda, dengan masing-masing dituntut 2 tahun penjara.

Jaksa menganggap seluruh terdakwa terbukti turut terlibat atau ikut serta dalam menyiarkan berita bohong atas kondisi kesehatan maupun hasil tes swab Covid-19 Rizieq di Rumah Sakit UMM00I Bogor.

Seluruhnya juga dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana terkait penyebaran berita bohong dan membuat keonaran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini