TRIBUNNEWS.COM - Wacana pemerintah soal pemberian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang pokok (sembako) menuai sejumlah kritik di tengah masyarakat hingga para pejabat politik.
Seperti diketahui, pajak sembako itu kabarnya tertuang dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Salah satu kritik datang dari politikus Partai Gerindra Fadli Zon.
Melalui cuitan Twitter-nya, Fadli Zon menyebut pajak sembako sebagai wacana yang jahat dan miskin imajinasi.
Dikatakannya, siapapun pencetus wacana ini dinilai tak punya empati pada masyarakat yang sudah mengalami kesulitan.
"Saya menganggap rencana itu jahat karena siapapun yang memiliki gagasan tersebut cukup jelas tidak memiliki empati dan sensitivitas terhadap kesulitan yang tengah dihadapi masyarakat," tulisnya, Selasa (15/6/2021).
Baca juga: Siapa Dedek Prayudi? Eks Jubir PSI yang Laporkan @Andiarief_ ke Polisi, Buntut Debat PPN Sembako
Fadli Zon melanjutkan, seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana memperbaiki sistem perekonomian yang krisi akibat pandemi Covid-19.
"Di sisi lain, rencana itu juga miskin imajinasi, karena di tengah situasi krisis, Pemerintah mestinya berpikir dalam kerangka bagaimana menyelamatkan perekonomian, bukan hanya bagaimana menyelamatkan keuangan negara. Kalau perekonomian selamat, maka keuangan negara juga selamat."
"Tetapi, hubungan tersebut tak berlaku sebaliknya. Kalau yang diselamatkan Pemerintah hanya keuangan negara, bisa-bisa perekonomian kita tambah nyungsep," tutur Fadli.
Alasan Pajak Sembako Tak Boleh Diterapkan
Ada tiga alasan menurut Fadli Zon mengapa pajak sembako tak boleh diterapkan.
Pertama, yakni alasan struktural ekonomi negara.
Ia mengatakan, Produk Domestik Bruto Negara (PDB) negara, 57,66 persen ditopang olej konsumsi rumah tangga.
Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Sebut Pengenaan Pajak untuk Sembako Sangat Tidak Tepat
Sepanjang tahun 2020, konsumsi rumah tangga negara alami kontraksi hingga 2,63 persen.