News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisioner KPU Gugat UU Pemilu Soal Sifat Putusan DKPP ''Final dan Mengikat''

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ajukan uji materi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua Komisoner KPU RI Evi Novida Ginting dan Arief Budiman mengajukan permohonan uji materi Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (23/6).

Gugatan uji materi tersebut ditujukan terhadap Pasal 458 ayat (13) yang mengatur soal frasa "Final dan Mengikat" putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam UU Pemilu.

"Hari ini saya dan Bu Evi mengajukan permohonan Judicial Review UU 7/2017 terkait dengan frasa putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat," terang Komisioner KPU RI Arief Budiman kepada wartawan, Rabu.

Kuasa hukum Evi dan Arief, Fauzi Heri mengatakan para pemohon yang saat ini masih menjabat anggota KPU periode 2017 - 2022 telah dirugikan hak konstitusionalnya oleh putusan DKPP sebagaimana bunyi frasa dalam pasal tersebut.

Sifat putusan DKPP yang berbunyi "Final dan Mengikat" dinilai nyata merugikan hak para pemohon yang dijamin konstitusi. Pengajuan gugatan ini terdiri dari 82 halaman, yang disertai 73 alat bukti pendukung.

"Dengan keberadaan pasal itu, hak Para Pemohon untuk melakukan upaya hukum di pengadilan terhalangi. Kami akan buktikan dengan 73 alat bukti yang sudah kami bawa," tegas Fauzi.

Menurutnya, putusan "Final dan Mengikat" DKPP tidak bisa disamakan dengan putusan dari lembaga peradilan umum. Sebab DKPP adalah perangkat internal penyelenggara pemilu yang diberi wewenang Undang - Undang.

Baca juga: Perpanjangan Masa Jabatan, Bisa Dijadikan Momentum Penataan Internal KPU-Bawaslu

Sehingga sifat putusan DKPP harus dimaknai final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, maupun Bawaslu untuk melaksanakannya.

"DKPP bukanlah badan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan," jelas Fauzi.

Para pemohon dalam hal ini Arief dan Evi disebut resah dan takut melaksanakan tugas sebagai penyelenggara pemilu lantaran dibayangi wewenang DKPP yang punya kekuatan absolut dalam memberi sanksi, serta memberi predikat pelanggar etika.

DKPP dengan sifat putusannya yang final dan mengikat dianggap telah menjelma sebagai lembaga yang menjadi momok menakutkan bagi penyelenggara pemilu.

Oleh karena itu, para pemohon mengajukan batu uji permohonan pengujian UU Pemilu yakni Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28C Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28D Ayat (3), Pasal 28G Ayat (1), Pasal 28H Ayat (2), Pasal 28I Ayat (2), 28J Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Para pemohon meminta agar sifat "Final dan Mengikat" putusan DKPP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sebagaimana diketahui Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting pernah diberhentikan oleh DKPP dalam putusan Nomor 317-PKEDKPP/X/2019 tertanggal 18 Maret 2020.

Evi kemudian menggugat putusan DKPP tersebut ke PTUN Jakarta. Evi dinyatakan menang oleh PTUN, dan kembali menjabat pimpinan KPU RI. Namun DKPP tetap tidak mengakui Evi sebagai anggota KPU RI lagi.

Sementara Komisioner KPU RI Arief Budiman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua KPU karena mendampingi Evi Novida saat mendaftarkan upaya hukumnya di PTUN Jakarta.

"Apa yang salah dengan tindakan melakukan upaya hukum ke pengadilan dalam rangka mencari keadilan. Itu kan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi dan oleh karena itu, tindakan pak Arief tidak tepat jika dinyatakan merupakan pelanggaran," pungkas Fauzi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini