TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio menyebut tayangan berbalut budaya mudah diterima oleh penonton apabila dibawakan oleh influencer.
Ia mencontohkan acara pernikahan yang dibalut budaya pernikahan adat seperti pernikahan artis Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah beberapa waktu lalu.
Meski mengundang polemik, KPI mengaku tayangan itu mampu menyedot rating tinggi di televisi dibandingkan tayangan pagelaran budaya.
Pernikahan Atta dan Aurel yang kental dengan balutan budaya Jawa, justru lebih mengena ketimbang dari acara budaya itu sendiri. Bahkan ia menyebut tak ada yang menonton tayangan pagelaran budaya.
"Stasiun Televisi menayangkan pagelaran budaya ratingnya kecil, kecil banget nggak ada yang nonton. Tapi, kemarin saat pernikahan Atta dan Aurel, ratingnya tinggi padahal sama-sama dibalut budaya," ujar Agung dalam diskusi radio, Jumat (2/7/2021).
Agung menyebut pada pernikahan Atta Aurel menampilkan adat Jawa seperti siraman, midodareni dan lain -lain dan adat Minang mampu menambah wawasan penonton. Menurutnya, acara itu efektif menambah pengetahuan penonton akan budaya Indonesia yang luas dan beragam.
"Kemudian menyedot perhatian itu budaya di Indonesia bahkan ada orang luar negeri yang sempat nonton juga itu surprise banget ngelihat kayak gini ya budata pernikahan ala Jawa. Kaum milenial juga seperti itu jadi ratingnya lumayan bagus," ucap Agung.
Agung menambahkan, bahwa kualitas tayangan Indonesia sangat bergantung dengan selera masyarakat. Seperti tayangan adat pernikahan tersebut, karena sosok Atta yang seorang YouTubeer, pesan dan informasi tentang budaya Jawa yang ada di Indonesia pun sampai ke penonton.
Ia pun menilai ada fenomena baru dalam pernikahan artis yang ditayangkan secara langsung di televisi dengan dibalut budaya. Pasalnya KPI kata Agung melihat, dari dua kelompok yang menolak dan mendukung tayangan pernikahan Aurel-Atta jumlahnya lebih besar yang mendukung.
Baca juga: Tanggapan KPI soal Anak 15 Tahun Berperan Jadi Istri Ketiga di Sinetron Zahra
"1 orang yang menolak acara ini dibanding 30 orang yang mendukung acara ini. Publik ini Rata-rata orang milenial semua. Ini fenomena baru kalau saya melihat, saya cermati trend terbaru anak-anak muda yg tidak menonton tv ko jadi atensi," tutur Agung
Agung menuturkan jika dilihat dari media sosial KPI, jumlahnya berbanding terbalik. Sehingga ia menilai ada fenomena baru dalam tayangan di televisi. Fenomena itu mengindikasikan daya tarik penonton baik yang menyaksikan dan juga yang menolak.
"Tapi setidaknya kalau kita lihat medsos KPI netizen divalidasi 1 berbanding 30 dalam 1 hari. 1 orang menolak 30 yang mendukung itu, kita bicara dalam konteks publik sebagai mayoritas 30 itu adalah publik. Kita menganut prinsip-prinsip demokrasi sebagai suara mayoritas misalnya begitu," katanya.
Sebelum penayangan tersebut, KPI menyampaikan tiga hal yang harus diperhatikan stasiun TV. Hal itu terkait durasi tayangan, pesan budaya dan protokol kesehatan yang harus dipatuhi Stasiun TV saat menayangkan pernikahan Atta dan Aurel.
"Kita sampaikan ke pihak TV tiga hal ini diperhatikan, durasi budaya dan prokes, oke kemudian mereka (KPI) ikut apa yang diminta oleh KPI. Yang pertama kami evaluasi, kedua durasinya 2 jam 15 menit ke-2, yang ketiga juga sama 2 jam 15 menit," katanya.
"Tapi ini fenomena ya, kita tidak mau berdebat dari sisi metodologi ataupun apapun. Fakta ini kemudian berpikir, tayangan ini menjadi untuk menyampaikan pesan pada kaum muda. Bagaimana kalau kemudian pernikahan ini sampaikan pesan budaya, budaya Jawa dan budaya Minang," pungkas Agung.