News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Pemerintah Diajak Mencontoh Penanganan Tsunami Aceh-Nias untuk Kendalikan Pandemi Covid-19

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga beraktivitas diantara reruntuhan tsunami, tidak jauh dari kompleks Masjid Raya di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam menangani pandemi Covid-19 yang semakin meluas temuan kasus pasien yang terpapar, Pemerintahan Presiden Jokowi disarankan meniru strategi yang pernah diterapkan Pemerintah di masa lalu saat menangani bencana alam dahsyat tsunami di Aceh dan Nias.

Pendiri Rujak Center for Urban Studies Marco Kusumawijaya menyebut penanganan bencana tsunami Aceh menjadi pengalaman sukses bangsa ini dalam menangani bencana besar.

Arsitek yang juga pernah terlibat dalam rekonstruksi Aceh itu menyayangkan dalam penanganan pandemi covid-19, pengalaman sukses itu seolah tak tampak.

"Bangsa ini punya pengalaman menangani bencana besar dengan berhasil," kata dia salam cuitannya di Twitter, Selasa (6/7/2021) lalu.

Dalam penanganan krisis tsunami Aceh, pemerintah kala itu membentuk Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias.

Komando penanganan bencana dahsyat waktu itu dipimpin dengan mandat penuh dan pengorganisasian secara efektif satu pintu.

Tokoh yang berkiprah di BRR antara lain Kuntoro Mangkusubroto, Sudirman Said, William Sahbandara dan Amien Subekti.

"Sudirman Said bicara tentang tsunami bukan hanya karena dia tokoh kemanusiaan sebagai Sekjen PMI sekarang, tapi juga sebagai salah satu deputi (ter)penting Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh di bawah Pak Kuntoro. Kok saya tahu? Saya pernah “konflik” konstruktif dengan beliau di Aceh," kata Marco.

Proses pemakaman jenazah Covid-19 di TPU Pedurenan Kota Bekasi, Minggu (7/6/2021) (TribunJakarta/Yusuf Bachtiar)

Ekonom senior Faisal Basri juga menyarankan pemerintah untuk mencontoh pengendalian krisis covid-19 saat ini seperti penanganan bencana tsunami Aceh.

Situasi wabah yang saat ini makin gawat dinilai semakin membutuhkan komando yang jelas dan rencana aksi terukur.

"Belajarlah dari sejarah penanganan tsunami Aceh. Komandannya jelas dan purnawaktu, juga para pembantu inti. Penanganan satu pintu," ujar Faisal Basri lewat cuitannya di Twitter.

Baca juga: Menelusuri Bisnis Surat Swab PCR Palsu, Dibanderol Bandar Rp 100 Ribu, 3 Sindikat Diangkut Polisi

"Ada rencana aksi yang jelas, tak gonta-ganti. Tak dengar ada kasus korupsi. Dipuji masyarakat internasional. Hasilnya membanggakan," lanjut Faisal Basri di cuitannya.

Pekerja sedang melakukan pengisian ulang tabung oksigen di Ferdian Oksigen Jalan Sadewo Utara Blok -E No 2 Semarang, Jawa Tengah, Jumat (9/7/21). Harga isi ulang tabung untuk 1m3 sebesar 50 ribu, untuk 1.5m3 70 ribu, sedangkan 2m3 di harag 80 ribu. Dalam satu hari rata-rata kita mengisi 80 tabung. Untuk permintaan oksigen saat ini over, terhitung setelah lebaran ini naik sekitar 300 persen. Untuk pelayanan sendiri kita buka mulai pukul 08.00 WIB. (Tribun jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Faisal Basri menyebut penanganan tsunami Aceh waktu itu dilakukan efektif dan efisien. Pemerintah, partai, masyarakat, LSM, hingga organisasi keagamaan kompak bahu-membahu dan berbagi peran. Bantuan dari luar negeri juga berdatangan.

Baca juga: Pelanggar PPKM Darurat Diancam Pasal Pidana UU Kekarantinaan dan KUHP

"Menghadapi pandemi sekarang pun niscaya kita bisa, asalkan pakai ilmu dan dengan data yang kredibel. Dengan pengorganisasian yang efektif. Serahkan pada ahlinya dan tidak nyambi," ujarnya.

Baca juga: Komite Keamanan Obat Eropa: Vaksin Pfizer dan Moderna Berisiko Munculkan Peradangan Jantung

Sekjen PMI Sudirman Said sebelumnya menyebut kondisi pandemi covid-19 saat ini semakin mengkhawatirkan.

Belajar dari pengalaman Indonesia menangani krisis di Aceh, Sudirman menyatakan kunci penanganan pandemi saat ini adalah konsistensi kebijakan, kejelasan alur komando, dan penguatan kepercayaan publik.

"Kejelasan jalur komando diperlukan. Konsistensi kebijakan, dan keterbukaan otoritas akan memperkuat public trust. Juga perlu diupayakan untuk mengelola harapan publik yang realistis. Semakin konservatif, semakin hati-hati, akan semakin baik," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini