Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambas batas presiden bisa menjadi peluang bagi Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka naik level politiknya.
Apalagi, putusan MK itu membuka peluang partai politik non parlemen bisa mengusung presiden di Pilpres 2029, mendatang.
“Gibran itu adalah populer, orang yang elektabilitasnya tinggi, dan Gibran gak perlu capek-capek cari partai besar seperti Golkar atau Gerindra. Gibran cukup misalnya meyakinkan PSI, mengingat PSI selama ini sangat dekat dengan Jokowi, dekat dengan Gibran, dan ketua momentum PSI adalah Kaesang,” kata Adi kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).
Adi menilai, jika Gibran memiliki modal politik yang besar. Selain menjadi Wapres, Gibran merupakan putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan, dia menyebut, Gibran berpeluang melawan Presiden Prabowo Subianto jika kembali maju di Pilpres 2029.
“Gibran yang bekal politiknya besar, hebat, anak Jokowi gitu ya sekarang Wapres, bisa maju itu di 2029, bisa melawan siapapun, termasuk melawan Prabowo Subianto, cukup hanya dengan maju melalui PSI,” ujar Adi.
Baca juga: Tok! Gugatan Peraturan Ormas Keagamaan Dapat Jatah Izin Tambang Ditolak MK, Begini Alasannya
Dia juga menyebut, putusan MK itu juga membuka peluang bagi sosok seperti Anies Baswedan melawan Prabowo dan Gibran.
Termasuk orang seperti Anies Baswedan. Anies gak perlu capek-capek bikin partai, cukup meyakinkan partai sekelas Partai Ummat, maju Pilpres bisa bertanding, bisa melawan Prabowo, bisa melawan Gibran, atau bisa melawan siapapun, mudah kan?” ungkap Adi.
“Jadi, orang-orang yang merasa punya popularitas dan elektabilitas tinggi, cukup meyakinkan partai non-parlemen, tapi partai itu bisa ikut pemilu dan bisa bertanding,” jelasnya.
MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan uji materi Undang-undang Pemilu memutuskan, menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Sebut Bantahan Minta 3 Periode Jadi Tertawaan Publik, PDIP Minta Jokowi Tak Bawa-bawa Nama Megawati
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Tutup Ruang Tidak Beragama, MK Nyatakan Setiap Warga Negara Harus Berkepercayaan Terhadap Tuhan
Selain itu, MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.