Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Prof Denny Indrayana menyampaikan lima catatannya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Nama Denny dan sejumlah tokoh lain disebut-sebut pakar hukum tata negara sekaligus mantan Ketua MK Mahfud MD pernah mengajukan permohonan serupa terkait penghapusan ketentuan presidential threshold.
Tercatat, Denny bersama Refly Harun pernah menjadi kuasa hukum dari sejumlah diaspora Indonesia yang mengajukan permohonan kepada MK terkait ketentuan presidential threshold tersebut pada medio 2022 lalu.
Denny mengungkapkan catatan yang pertama, menurutnya putusan itu tetap perlu diapresiasi meski menurut catatannya setelah lebih dari 50 permohonan terkait yang diajukan tidak pernah dikabulkan.
"Jadi ini berarti ada perubahan putusan yang sebelumnya mengatakan ambang batas presiden itu konstitusional, sekarang dianggap melanggar undang-undang dasar," kata Denny saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (3/1/2025).
Kedua, Denny mencatay dalam putusannya MK memberi ruang kepada proses legislasi untuk mengatur agar calon-calon presiden dan wakil presiden itu tetap tidak banyak.
Hal tersebut menurutnya juga perlu diantisipasi.
Denny mengatakan meski MK sudah memberi batasan-batasan, akan tetapi tetap saja ada dua hal yang berpotensi menyebabkan putusan MK ini menjadi kurang bermakna.
Pertama, ujar dia, perubahan UU Pemilu yang akan menjadi pintu masuk putusan MK bisa jadi dianulir dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan politik.
Kedua, ucapnya, potensi perubahan UUD 1945 kembali ke naskah asli.
"Kalau yang pertama itu legislatif review melalui perubahan UU pemilu. Kedua ini adalah konstitusional review melalui proses perubahan UUD 45 di MPR yang bisa jadi membuka pintu kembalinya metode pemilihan presiden tidak langsung ke MPR," ucapnya.
"Jadi kalau pemilihan presidennya kembali ke MPR melalui perubahan UUD ya tidak ada maknanya, tidak ada artinya putusan MK itu. Karena putusan MK kan pondasi dasarnya adalah pemilihan presiden langsung. Atau direct presidential election," sambung dia.
Ketiga, putusan MK tersebut memungkinkan partai politik peserta pemilu bukan hanya partai politik yang punya kursi di DPR bisa mengajukan pasangan calon presiden atau wakil presiden.