News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua Pansus Jabarkan Perubahan Pasal dalam RUU Otsus Papua

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Pansus Revisi Otsus Papua Komarudin Watubun.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, Komarudin Watubun memaparkan perubahan pasal yang penting 8dalam RUU Otsus Papua.

Pertama, RUU ini mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan bagi Orang Asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian, serta memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat.

Dalam bidang politik, hal ini dapat dilihat dengan diberikannya perluasan peran politik bagi Orang Asli Papua dalam keanggotaan di DPRK, sebuah nomenklatur baru pengganti DPRD yang diinisiasi dalam RUU.

"RUU ini menegaskan pula bahwa kursi dari unsur pengangkatan anggota DPRK ini tidak boleh diisi dari partai politik, dan memberikan afirmasi 30% dari unsur perempuan. Penegasan ini juga berlaku bagi anggota DPRP," katanya dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (15/7/2021).

Baca juga: Ketua DPR Harap Pelaksanaan Revisi UU Otsus Papua Dapat Lebih Tepat Sasaran

Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, RUU ini telah mengatur mengenai kewajiban Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan untuk Orang Asli Papua.

Sehingga dengan demikian Orang Asli Papua dapat menikmati pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi, dan tingkat kesehatan Orang Asli Papua juga akan semakin meningkat.

"Secara simultan, diharapkan indikator pendidikan dan kesehatan di Papua dapat meningkat," ujarnya.

Dalam bidang ketenagakerjaan dan perekonomian, Pasal 38 telah menegaskan bahwa dalam melakukan usaha-usaha perekonomian di Papua, wajib mengutamakan Orang Asli Papua.

Sehingga dengan demikian, anak-anak Asli Papua yang memenuhi syarat pendidikan dapat direkrut sebagai Tenaga kerja.

Dalam bidang pemberdayaan, Pasal 36 ayat (2) huruf (d) menegaskan bahwa sebesar 10% dari dana bagi hasil dialokasikan untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat.

"Semakin berdaya masyarakat adat, akan menyentuh juga pemberdayaan bagi Orang Asli Papua," ucap Komarudin.

Kedua, terkait lembaga MRP dan DPRP, RUU ini memberikan kepastian hukum bahwa MRP dan DPRP berkedudukan di masing-masing ibu kota Provinsi dan dengan memberikan penjelasan mengenai penamaan masing-masing lembaga agar tercipta kesamaan penyebutan nama untuk kegunaan administrasi pemerintahan.

"RUU ini juga memberikan penegasan bahwa anggota MRP tidak boleh berasal dari partai politik," ucapnya.

Ketiga, terkait partai politik lokal. Pelaksanaan Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2001 yang selama ini diartikan sebagai hadirnya partai politik lokal di Papua, yang telah menimbulkan kesalahpahaman antara pemerintah daerah dan pusat.

Agar tidak terjadi perbedaan pandangan, RUU ini mengadopsi Putusan MK Nomor 41/PUU-XVII/2019 dengan menghapus ketentuan pada ayat (1) dan (2) Pasal 28. Sebagai wujud kekhususan di Papua, maka keanggotaan DPRP dan DPRK, selain dipilih juga dilakukan pengangkatan dari unsur Orang Asli Papua.

"Dengan disediakannya ruang pengangkatan, hal ini diharapkan dapat memenuhi keinginan nyata Orang Asli Papua," ucapnya.

Keempat, terkait Dana Otsus. Panitia Khusus menyadari bahwa persoalan Otonomi Khusus di tanah Papua bukan semata-mata mengenai besaran Dana Otsus.

Sekalipun Pansus DPR dan Pemerintah bersepakat bahwa Dana Otsus mengalami peningkatan dari 2% DAU Nasional menjadi 2,25%, namun, RUU ini telah memperkenalkan sebuah tata kelola baru bagi penggunaan Dana Otsus.

Kelima, hadirnya sebuah Badan khusus Percepatan Pembangunan Papua BK-P3.

Baca juga: DPR Hari Ini Akan Sahkan RUU Otsus Papua

Pansus bersama-sama dengan Pemerintah menyadari bahwa selama ini ada banyak program/kegiatan yang dilakukan oleh berbagai Kementerian/Lembaga di Papua, yang tidak sinkron dan harmonis.

Oleh karena itu, kehadiran Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3) yang diketuai langsung oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, dan Menteri Keuangan, serta masing-masing perwakilan dari setiap provinsi yang ada di Papua, dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan di Papua.

"Pansus memberikan penekanan agar lembaga kesekretariatan berada di Papua. Hal ini juga merupakan simbol menghadirkan Istana di Papua, sebagaimana dicita-citakan Presiden Joko Widodo," ujarnya.

Keenam, terkait pemekaran provinsi di tanah Papua, Pansus DPR bersama-sama Pemerintah menyepakati bahwa pemekaran provinsi di Papua selain dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP, juga dapat dilakukan oleh
Pemerintah dan DPR, tanpa melalui tahapan daerah persiapan.

Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan dan aspirasi masyarakat Papua dan memberikan jaminan dan ruang kepada Orang Asli Papua dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, dan sosial budaya.

Ketujuh, peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini. Bercermin dari realisasi peraturan pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 yang selalu terlambat, bahkan ada yang belum terbentuk hingga sampai saat ini, maka Pansus DPR bersama-sama Pemerintah berkomitmen menghadirkan
peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja dan bagi Perdasi diberi waktu 1 (satu) tahun.

"Sebagai bentuk komitmen DPR atas pelaksanaan UU ini, maka DPR dan pemerintah melakukan sebuah terobosan hukum dengan mengatur bahwa penyusunan Peraturan Pemerintah dikonsultasikan dengan DPR, DPD, dan Pemerintah Daerah Provinsi-Provinsi di Papua," pungkas Komarudin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini