TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan dalam kasus suap ekspor benih lobster atau benur leh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (15/7/2021).
Majelis hakim menilai Edhy Prabowo terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Edhy dan bawahannya terbukti menerima suap US$ 77 ribu dan Rp 24,6 miliar untuk mempermudah pengajuan ekspor benih lobster.
"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," kata ketua majelis hakim Albertus Usada, dalam persidangan virtual yang ditayangkan melalui akun YouTube Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: KPK Harap Majelis Hakim Pertimbangkan Fakta Hukum Saat Vonis Edhy Prabowo
Selain pidana pokok, hakim juga mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sebanyak US$ 77 ribu dan Rp 9,6 miliar.
Hak politik Edhy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok juga dicabut oleh hakim.
Menurut hakim, Edhy menikmati uang suap ekspor benih lobster bersama bawahannya sehingga jumlah uang yang harus dibayarkan Edhy tidak sama dengan total duit suap yang diterima.
Adapun bawahannya yang dinyatakan turut melakukan korupsi ialah dua staf khusus Menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris pribadi, Amiril Mukminin; pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi.
Terkait hal yang memberatkan, Edhy dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi, tidak memberikan teladan yang baik dan menikmati uang hasil korupsinya.
Sementara itu, pertimbangan yang meringankan yakni Edhy dianggap berlaku sopan, belum pernah dihukum, dan harta hasil korupsi telah disita.
Vonis majelis hakim, sama dengan tuntutan jaksa KPK yaitu 5 tahun penjara.
Bacakan Pledoi
Pada Jumat (9/7/2021) malam, Edhy Prabowo, membacakan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Dalam pledoinya, Edhy menyebut nama Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Ia menceritakan bagaimana Prabowo menyelamatkan dirinya.
"Sebelum saya menyampaikan nota pembelaan lebih jauh, izinkan saya bercerita singkat tentang perjalanan hidup saya sebelum akhirnya saya berada di sini (kursi pesakitan)," kata Edhy, dilansir Tribunnews.
Diketahui, Edhy lahir dan tumbuh di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Baca juga: ICW: Tuntutan KPK ke Edhy Prabowo Hina Keadilan, Seperti Tuntutan Kepala Desa
Ia dibesarkan dari keluarga yang sangat sederhana.
Lulus SMA, Edhy mendaftar di Akademi Militer Magelang untuk mewujudkan cita-citanya sebagai tentara.
Namun, mimpinya harus berhenti di tengah jalan karena tidak bisa melanjutkan pendidikan.
Edhy pun kembali ke kampung halaman dan menjadi pengangguran.
Saat itulah, ketika Edhy berada di titik terbawah kehidupannya, ia bertemu Prabowo.
Edhy bertemu Prabowo saat merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.
"Saya harus membalas kegagalan ini dengan keberhasilan. Hingga akhirnya saya memutuskan merantau ke Jakarta untuk mencari kerja."
"Kerja apa saja, yang penting halal dan bisa menabung untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tertunda. Hingga akhirnya, saya dipertemukan dengan figur yang luar biasa," kata dia.
"Sosok itu adalah Bapak Prabowo Subianto. Bila beberapa waktu lalu sempat ada berita bahwa 'Edhy adalah orang yang diambil Prabowo dari comberan', maka saya katakan bahwa itu benar."
"Beliaulah yang menyelamatkan saya di saat kondisi sedang terpuruk dan di saat harga diri sedang terdegradasi. Beliaulah yang mendidik saya."
Baca juga: Bila Ada Berita Edhy Diambil Prabowo dari Comberan, Saya Katakan Itu Benar. . .
"Saya bersyukur kepada Tuhan telah mempertemukan saya dengan seseorang yang sangat luar biasa," beber Edhy.
Melalui didikan Prabowo Subianto, Edhy mengaku bersyukur mendapat banyak kesempatan.
Seperti menjadi karyawan di perusahaan, pengurus di Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), mendirikan dan menjadi kader Partai Gerindra, menjadi anggota DPR tiga periode, hingga dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Karena itu, Edhy meminta maaf secara khusus pada Prabowo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah memberinya amanah menjabat sebagai Menteri KP.
"Permohonan maaf secara khusus saya sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Ir Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto, yang selama ini telah memberikan amanah atau kepercayaan kepada saya," ujarnya, dilansir Tribunnews.
Tak hanya itu, Edhy Prabowo juga meminta maaf pada staf dan pegawai Kementerian Kelautan, keluarga besarnya, serta masyarakat Indonesia.
Terkait tuntutannya, Edhy merasa keberatan.
Di usianya yang sudah 49 tahun, Edhy merasa dirinya tak mampu lagi menanggung beban sangat berat.
Terlebih, katanya, ia memiliki tiga orang anak dan seorang istri.
"Saya sampaikan bahwa pada saat ini saya sudah berusia 49 tahun, usia di mana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat," ungkap Edhy, dilansir Tribunnews.
Baca juga: Dituntut 5 Tahun Bui, Edhy Prabowo: Tidak Ada Niat Dalam Hidup Saya Untuk Korupsi, Apalagi Mencuri
"Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang salihah dan tiga orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah," tambahnya.
"Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan kali ini saya menyampaikan pembelaan saya atas dakwaan dan tuntutan yang disampaikan penuntut umum," imbuhnya lagi.
Bantah Menerima Suap
Mengutip Kompas.com, Edhy Prabowo membantah ia mengatur dan menerima suap terkait izin ekspor benih lobster.
Ia menegaskan, dirinya sama sekali tidak terlibat dengan perusahaan kargo Aero Citra Kargo (ACK).
Tak hanya itu, Edhy menilai tuduhan yang ditujukan padanya adalah sesuatu yang sangat dipaksakan dan keliru.
"Saya tidak mengetahui tuduhan soal uang suap yang diberikan pelaku usaha kepada salah satu staf saya."
"Saya juga tidak mengetahui dan tidak terlibat sedikitpun dalam urusan perusahaan kargo bernama Aero Citra Kargo (ACK)," ujarnya saat membacakan pledoi, Jumat (9/7/2021).
Dilansir Tribunnews, Edhy juga mengaku tidak pernah menerima uang dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Suharjito juga merupakan terdakwa dalam kasus suap izin ekspor benih lobster.
Baca juga: Perkara Suap Ekspor Benur Lobster, Stafsus Edhy Prabowo Dituntut 4 Tahun 6 Bulan Penjara
Ia sudah divonis terlebih dulu dua tahun penjara.
”Saya tidak pernah menerima pemberian uang tersebut secara langsung dari Saudara Suharjito."
"Saya mengakui pernah melakukan pertemuan dengan Saudara Suharjito, namun perlu saya sampaikan bahwa saya selaku menteri memang memberikan ruang kepada setiap orang masyarakat kelautan dan perikanan yang akan menemui dan mengajak saya untuk berdiskusi demi kemajuan kelautan dan perikanan di Indonesia," beber Edhy.
Meski begitu, Edhy mengatakan, sebagai pimpinan Kementerian Kelautan dan Perikanan, ia tak akan melemparkan tanggung jawab pada orang lain.
Ia menyatakan siap bertanggung jawab untuk menghadapi masalah di KKP.
"Namun demikian, sebagai pimpinan KKP saya tidak akan melempar tanggungjawab kepada orang lain dan mengingat saya selaku menteri maka saya menyatakan siap untuk bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pekerjaan dan permasalahan yang ada di KKP," tegasnya.
Diketahui, Edhy didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp 24.625.587.250,00 dan US$77.000 atau Rp 1,12 miliar.
Uang itu diberikan agar Edhy mempercepat proses pengajuan izin budidaya dan ekspor benih lobster pada sejumlah ekportir.
Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Edhy lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam tahun kurungan.
Selain itu, jaksa KPK menuntut Edhy membayar uang pengganti sebanyak Rp 9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS.
Dalam kasusnya, Edhy didakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo).
Mereka didakwa menerima suap Rp 25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih lobster terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Salah satu pemberinya adalah Suharjito selaku Direktur PT DPPP.
Suharjito menyuap Edhy Prabowo sebesar Rp 2,146 miliar.
Suharjito sudah dinyatakan bersalah oleh hakim.
Ia dijatuhi hukuman 2 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 3 bulan.
Kini Suharjito menjalani masa pidana di Lapas Cibinong.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com/Kompas.TV