Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut Ketua KPK Firli Bahuri tidak menambah pasal terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Hal tersebut diterangkan Dewas KPK dalam pembacaan pertimbangan laporan 75 pegawai yang tidak lulus TWK.
"Tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," ucap Anggota Dewas KPK Harjono dalam jumpa pers virtual, Jumat (23/7/2021).
75 pegawai sebelumnya melaporkan soal permasalahan TWK kepada Dewas KPK.
Satu poin dugaannya ialah Firli Bahuri merupakan pihak yang menyelundupkan pasal mengenai TWK dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021.
TWK disoroti lantaran hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 serta Peraturan Pemerintah 41 Tahun 2020 yang menjadi turunannya.
Aturan soal alih status pegawai KPK menjadi ASN itu baru termuat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021.
Baca juga: Dewas KPK Hanya Periksa Dugaan Pelanggaran Etik, Tak Masuk Ranah Legalitas dan Substansi Perkom
Peraturan itu diteken oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK.
Tetapi, Dewas KPK menyatakan bahwa bukan Firli Bahuri yang memasukkan pasal tersebut.
Kesimpulan Dewas itu didapatkan dari pemeriksaan sejumlah saksi serta dokumen.
Dewas menyebut bahwa penyusunan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 dibahas bersama seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural.
Ketentuan mengenai TWK tercantum dalam Pasal 5 ayat (4) saat Perkom masih berupa draf tertanggal 21 Januari 2021.
Draf dikirim Sekretaris Jenderal KPK dan disetujui seluruh pimpinan dan disempurnakan pada rapat 25 Januari 2021.
Baca juga: BKN Pelajari Laporan Ombudsman Terkait Maladministrasi dalam Proses TWK Pegawai KPK
Dewas mengungkapkan bahwa pihak yang pertama kali mengusulkan TWK ialah Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Hal itu disampaikan dalam rapat pada Oktober 2020.
Ketika itu, BKN meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN terkait kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintahan yang sah.
Berdasarkan pertimbangan itu, Dewas KPK berkesimpulan bahwa tidak benar dugaan bahwa Firli Bahuri yang memasukkan pasal mengenai TWK.
Berdasarkan hal itu pula, Dewas KPK menyatakan bahwa dugaan Firli Bahuri melanggar etik karena menyelundupkan pasal TWK tidak terbukti.
Sehingga laporan dinilai tidak dilanjutkan ke sidang etik.
Baca juga: Ombudsman: Presiden Sebaiknya Ambil Alih Pengalihan Status Pegawai KPK
Namun, sebagai perbandingan, Ombudsman sudah merilis temuan mengenai TWK.
Salah satunya mengenai penyusunan Perkom yang mencantumkan TWK.
Berbeda dengan Dewas KPK, Ombudsman meyakini ada pihak yang menyisipkan ketentuan soal TWK.
Namun, tak disebutkan siapa pihak yang dimaksud.
Berdasarkan pemeriksaan, Ombudsman menemukan bahwa rangkaian harmonisasi pada Desember 2020, belum ada klausul mengenai asesmen TWK.
Termasuk soal kerja sama KPK dengan BKN dalam menggelar TWK.
Klausul soal TWK itu baru muncul pada Januari 2021.
Ombudsman meyakini ketentuan soal TWK itu disisipkan dalam proses harmonisasi Peraturan KPK.
"Munculnya asesmen TWK ini adalah bentuk penyisipan ayat pemunculan ayat baru, yang itu munculnya di bulan-bulan terakhir proses ini," kata Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng.
Ombudsman pun turut menemukan kejanggalan dalam rapat pada 26 Januari 2021 atau pada rapat terakhir.
Rapat itu dihadiri langsung Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri PAN RB, dan Menkumham.
"Sesuatu yang luar biasa, harmonisasi itu levelnya adalah pada level JPT sesuai Permenkumham, tapi untuk Perkom itu dihadiri para pimpinan lembaga," ujar Robert.
Tak hanya itu, meski lima pimpinan lembaga dan kementerian hadir langsung dalam rapat, tapi mereka tidak menandatangani berita acara harmonisasi.
Pihak yang meneken berita acara justru merupakan pejabat yang tidak hadir.
"Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Perundangan di Kemenkumham. Yang hadir adalah para pimpinan. Yang susun dan tanda tangan malah yang tidak hadir," ujar Robert.