TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko angkat bicara terkait tudingan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada dirinya mengenai bisnis obat Ivermectin.
Moeldoko mengatakan bahwa tudingan tersebut ngawur dan menyesatkan.
"Itu tuduhan ngawur dan menyesatkan," kata Moeldoko melalui pesan tertulisnya, Kamis (22/7/2021).
Sebelumnya ICW melalui sejumlah media menuduh putri bungsu Moeldoko, Joanina Novinda Rachma punya kedekatan dengan pihak PT Harsen, produsen obat Ivermectin.
ICW menyebut Joanina punya hubungan bisnis dengan Sofia Koswara.
Sofia berperan membantu PT Harsen dalam memperkenalkan Ivermectin ke publik.
ICW juga menuding, Sofia bekerjasama dalam impor beras dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), organisasi yang diketuai Moeldoko.
Menanggapi tuduhan keterlibatan anaknya tersebut Moeldoko menampiknya. Ia menegaskan tidak ada hubungan anaknya dengan PT Harsen Laboratories.
"Tidak ada urusan dan kerja sama antara anak saya, Jo, dengan PT Harsen Lab," kata Moeldoko.
Selain itu, terkait tuduhan kerja sama HKTI dalam impor beras, Moeldoko menyebut tuduhan ini tidak bisa dimaafkan. HKTI menurutnya justru berjuang untuk kemandirian petani agar mereka bisa mengekspor beras.
"Ini menodai kehormatan saya sebagai ketua HKTI," ujar Moeldoko.
Baca juga: ICW Sebut Putri Moeldoko dan Anak Ribka Tjiptaning Terlibat dalam Bisnis Obat Ivermectin
Moeldoko juga menegaskan, informasi ICW yang menuding Joanina sebagai Tenaga Ahli di KSP, adalah salah besar.
Karena Moeldoko sudah pernah menjelaskan bahwa Joanina hanya pernah magang selama 3 bulan di KSP.
Atas berbagai tuduhan tersebut, Moeldoko mempertimbangkan melakukan langkah hukum terhadap ICW.
"Saya suruh dia belajar dari para tenaga ahli di KSP selama 3 bulan awal 2020," kata Moeldoko.
Hasil penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menemukan dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik, dan pebisnis dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi COVID-19.
Seperti diketahui, Ivermectin akan diproduksi oleh PT Harsen Laboratories, perusahaan yang bergerak di bidang farmasi dengan merek Ivermax 12.
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, perusahaan ini dimiliki oleh pasangan suami-istri Haryoseno dan Runi Adianti.
"Kedua nama tersebut tercatat dalam dokumen Panama Papers dan diketahui terafiliasi dengan perusahaan cangkang bernama Unix Capital Ltd yang berbasis di British Virgin Island," kata Egi.
Sebelum pandemi COVID-19, kata Egi, PT Harsen Laboratories pernah menjalin hubungan kerja sama dengan PT Indofarma dalam pendistribusian obat.
Berdasarkan laporan konsolidasian PT Indofarma tahun 2020, tercatat Indofarma memiliki utang ke PT Harsen Laboratories sebesar Rp 8.579.991.938 per 30 Juni 2020.
"Jumlah ini meningkat dari 31 Maret 2019 yang berjumlah Rp3.238.035.238," kata Egi.
Baca juga: Demokrat Sayangkan Langkah Moeldoko yang Gugat Menkumham
Egi menyebutkan, salah satu nama yang terafiliasi dengan PT Harsen Laboratories adalah Sofia Koswara. Ia adalah Wakil Presiden PT Harsen dan mantan CEO dari B-Channel.
Selain itu, lanjut Egi, Sofia Koswara juga menjabat sebagai Chairwoman Front Line COVID-19 Critical Care (FLCCC) di Indonesia.
Adapun warga Indonesia lainnya yang berada di FLCCC adalah Budhi Antariksa, bagian dari Tim Dokter Presiden, serta dokter paru-paru di Rumah Sakit Umum Persahabatan dan pengajar plumnologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"Budhi juga merupakan ketua tim uji klinis Ivermectin di Indonesia," sebut Egi.
Egi menyatakan, keterlibatan pejabat publik diindikasikan melalui kedekatan antara Sofia Koswara dan Haryoseno dengan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Sejak 2019, lanjutnya, PT Noorpay Nusantara Perkasa, perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Sofia Koswara, menjalin hubungan kerjasama dengan HKTI terkait program pelatihan petani di Thailand.
"Pada awal Juni lalu, Ivermectin didistribusikan ke Kabupaten Kudus melalui HKTI. Selain itu, anak Moeldoko, Joanina Rachman, merupakan pemegang saham mayoritas di PT Noorpay Nusantara Perkasa," kata Egi.
Selain Sofia Koswara, ujar Egi, anggota direksi lain di PT Harsen Laboratories adalah Riyo Kristian Utomo yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran.
Baca juga: Stop Penggunaan Obat Ivermectin untuk Anak dalam Terapi Covid-19
"Riyo merupakan anggota PDI Perjuangan dan menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Budaya di DPC PDIP Tangerang Selatan," ujarnya.
Kata Egi, pada Pemilu 2014, Riyo mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Tangerang Selatan, namun usaha tersebut gagal. Riyo kemudian menjabat sebagai tenaga ahli Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Egi mengungkapkan, Riyo adalah anak kandung dari anggota fraksi PDIP di DPR, Ribka Tjiptaning Proletariyati.
Ribka adalah anggota Komisi Energi, Riset, dan Teknologi.
Sebelumnya ia merupakan anggota Komisi Kesehatan namun dipindah akibat menyatakan menolak vaksin covid-19 dalam sidang rapat kerja Komisi Kesehatan.
Ribka menjabat sebagai Ketua Bidang Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP.
"Pada April 2020, ditemukan video amatir yang menunjukan Baguna tengah membagi-bagi sembako dan masker yang disediakan oleh PT Harsen dan diterima oleh Ribka Tjiptaning selaku ketua Baguna PDIP," ungkap Egi.
Egi menyatakan, fenomena tersebut kian menunjukkan bahwa pandemi covid-19 digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri.
Presiden Joko Widodo bahkan, menurutnya, tidak menindak tegas pejabatnya yang diduga terlibat dalam konflik kepentingan distribusi Ivermectin.
"Alih-alih demikian, ia (Presiden Jokowi) bahkan membuka ruang perburuan rente dengan membiarkan instansi tertentu campur tangan dalam penanganan covid di luar tugas dan kewenangannya," tandas Egi.
Polemik Ivermectin dimulai pada Oktober 2020 ketika Dokter dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, Herman Sunaryo, menyebutkan Ivermectin dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan COVID-19.
Polemik lalu berlanjut pada awal Juni 2021, ketika PT Harsen Laboratories, mengumumkan telah memproduksi Ivermectin, obat yang diklaim sebagai alternatif terapi COVID-19.
Selang beberapa waktu kemudian, Menteri BUMN Erick Thohir mengeluarkan mengirimkan surat ke BPOM dengan nomor S-330/MBU/05/2021 yang berisi pengajuan permohonan penerbitan Emergency Use Authorization untuk Ivermectin.
Setelah mendapat peringatan dari BPOM, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan memproduksi Ivermectin sebanyak 4,5 juta dosis yang akan diedarkan oleh PT Indofarma.
Distribusi Ivermectin lalu menambah daftar panjang obat-obat yang ditawarkan oleh pemerintah meskipun belum dilakukan uji klinis yang tepat.
Selama 18 bulan pandemi, pemerintah telah mengedarkan obat seperti Chloroquine, Avigan, wacana Vaksin Nusantara, hingga Ivermectin.(Tribun Network/ham/wly)