Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keberatan atas rekomendasi Ombudsman RI mengenai adanya maladministrasi penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Disampaikan Pimpinan KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers pada Kamis (5/8/2021), lembaga antirasuah menegaskan tidak dapat diintervensi lembaga mana pun, termasuk Ombudsman.
Baca juga: Ogah Jalankan Rekomendasi Ombudsman soal TWK, Ini 13 Poin Keberatan KPK
"Kami tidak ada di bawah institusi lembaga apa pun di Republik ini, sehingga mekanisme memberikan rekomendasi kepada atasan KPK, atasan KPK ini langit-langit, lampu, jadi atasan KPK sebagaimana Undang-Undang KPK yang dalam melaksanakan tugasnya tidak tunduk pada institusi apa pun tidak terinvensi ke insitusi apa pun," ucap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Atas dasar itu, KPK melayangkan surat keberatan kepada Ombudsman atas laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) berisi temuan malaadministrasi dalam peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca juga: 15 Contoh Soal Tes Wawasan Kebangsaan TWK di SKD CPNS 2021, Berikut Kisi-kisinya
"Yang jelas kami tegaskan KPK sebagaimana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 3 mengatakan bahwa KPK memang dalam rumpun eksekutif tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi tidak tunduk ke lembaga apa pun, KPK itu independen, ini kami tegaskan," kata Ghufron.
Baca juga: Keheranan Novel Baswedan dan Sikap Pimpinan KPK yang Tak Gubris Rekomendasi Ombudsman RI
Menurut Ghufron, KPK menyampaikan keberatan tersebut berdasarkan Pasal 25 Ayat 6b Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan.
Terkait dengan solusi dari perbedaan pandangan KPK dan Ombudsman dalam pelaksanaan alih tugas pegawai KPK sebagai ASN tersebut, komisi antikorupsi pun menyerahkannya ke Ombudsman.
"Apa yang dilakukan Ombusman kami hormati untuk melakukan fungsinya dan kami juga melakukan hak kami menyatakan keberatan ke Ombudsman. Bagaimana tindak lanjut keberatan ini silakan tanya ke Ombudsman seperti apa ketentuannya karena rezim pelaporan dan pemeriksaan ada di Ombudsman, silakan tanya ke Ombudsman solusinya seperti apa," kata Ghufron.
Dalam konferensi pers tersebut, Ghufron menyebutkan ada 13 butir keberatan KPK terhadap temuan malaadministrasi yang disampaikan Ombudsman RI pada tanggal 21 Juli 2021.
"Mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan, dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata Ghufron.
Berikut 13 poin keberatan yang disampaikan KPK:
1. Pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan;
2. Ombudsman RI melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan;
3. Legal Standing pelapor bukan masyarakat penerima layanan publik KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman RI;
4. Pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman RI bukan perkara pelayanan publik.
5. Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakan tidak didasarkan bahkan bertentangan dengan dokumen, keterangan saksi, dan pendapat ahli dalam LHAP;
6. Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan “pelaksanaan rapat harmonisasi tersebut dihadiri pimpinan Kementerian/Lembaga yang seharusnya dikoordinasikan dan dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan. Penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi tersebut;
7. Fakta hukum Rapat Koordinasi Harmonisasi yang dihadiri atasannya yang dinyatakan sebagai maladministrasi, dilakukan juga oleh Ombudsman RI dalam pemeriksaan;
8. Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan KPK tidak melakukan penyebarluasan informasi Rancangan Peraturan KPK melalui Portal Internal KPK bertentangan dengan bukti;
9. Pendapat Ombudsman Rl berkaitan tentang “terdapat Nota Kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN tentang tahapan pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak relevan karena tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekwensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya.
10. Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti;
11. Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan bahwa KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Ketua KPK Nomor 652 Tahun 2021 karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN tidak berdasar hukum;
12. Pendapat Ombudsman Rl berkenaan dengan Berita Acara tanggal 25 Mei 2021, bahwa Menteri PANRB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, 5 (lima) Pimpinan KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN telah melakukan pengabaian terhadap pernyataan Presiden tersebut dan telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang terhadap kepastian status dan hak untuk mendapatkan perlakukan yang adil dalam hubungan kerja tidak berdasar hukum;
13. Tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman RI tidak memiliki hubungan sebab akibat (causalitas verband) bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP.
KPK Enggan Turuti Ombudsman, Novel Baswedan: Luar Biasa, Ini Memalukan
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan pimpinan KPK harusnya malu dengan temuan Ombudsman yang menyebut adanya kecacatan administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Seperti diketahui, KPK mengaku keberatan dengan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman terkait maladministrasi TWK.
"Temuan dari Ombudsman itu serius, dan menggambarkan bahwa proses TWK adalah suatu skandal serius dalam upaya pemberantasan korupsi. Mestinya pimpinan KPK malu ketika ditemukan fakta itu, setidaknya responnya minta maaf," ujar Novel lewat keterangan tertulis, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: Giliran KPK Tuding Balik Ombudsman yang Lakukan Maladministrasi
Namun, lanjut penyidik yang kini berstatus nonaktif itu, KPK justru menolak tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman.
Novel memandang sikap lembaga antirasuah sangatlah luar biasa.
"Lua biasa, ini memalukan, dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum. Karena kaidah penting yang mesti dipegang oleh pejabat penegak hukum adalah taat hukum dan jujur. Sayangnya Pimpinan KPK tidak bisa menjadi contoh atas hal itu," kata Novel.
Baca juga: KPK Minta Masyarakat Tanya Ombudsman Jika Rekomendasinya Tak Dilakukan
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta Ombudsman agar tidak mencampuri urusan internal komisi antikorupsi.
Dia mengatakan, peralihan status kepegawaian merupakan masalah internal KPK.
Baca juga: 75 Pegawai KPK Minta Firli Bahuri Jangan Ulur Waktu, Konsekuen Jalankan Rekomendasi Ombudsman
"Kami menyampaikan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI kepada KPK," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/8/2021).
Ia mengingatkan bahwa KPK tidak tunduk pada instansi apapun.
Ghufron mengatakan KPK tidak berada di bawah institusi apapun dan tidak bisa diintervensi kekuasaan manapun.