Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus), Bima Suprayoga memastikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyusun surat dakwaan untuk 13 korporasi manajer investasi dalam perkara dugaan korupsi PT Jiwasraya (Persero) secara cermat dan lengkap.
Hal tersebut untuk menanggapi putusan majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat soal pembatalan surat dakwaan 13 korporasi manajer investasi dugaan korupsi Jiwasraya.
"Kami tegaskan bahwa JPU Kejaksaan Negeri Jakpus dalam menyusun dakwaannya, tentu telah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap dalam ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP serta telah sesuai dengan kewenangan penuntut umum dalam melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam surat dakwaan," kata Bima dalam jumpa pers virtual, Rabu (18/8/2021).
Penggabungan surat dakwaan yang menjadi pokok pertimbangan hakim juga telah ditelaah pihak JPU.
Menurutnya, penggabungan surat dakwaan itu telah sesuai dalam pasal 141 huruf C UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
"Jadi penggabungan yang dilakukan oleh penuntut umum terhadap dakwaan 13 manajer investasi ini adalah berdasarkan pasal 141 KUHAP huruf C. Beberapa tindak pidana yang tidak tersangkut paut dengan yang lain akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya dalam hal penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. Ini yang menjadi pertimbangan kami," jelasnya.
Baca juga: Penjelasan Kajari Jakarta Pusat Soal Pembatalan Surat Dakwaan 13 Manajer Investasi Kasus Jiwasraya
Atas dasar itu, kata Bima, pihaknya masih tengah menunggu salinan putusan sela lengkap dari pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Nantinya, Jaksa baru akan menyikapi langkah hukum selanjutnya.
"Saat ini tentu kami masih menunggu putusan lengkap. Itu yang perlu saya tekankan untuk mengambil sikap selanjutnya. Dan terkait dengan penggabungan tersebut. Menurut kami penggabungan merupakan kewenangan penuntut umum untuk menggabungkan dakwaan berkas perkara menjadi satu dakwaan," katanya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan mengabulkan eksepsi atau nota keberatan yang diajukan 13 korporasi manajemen investasi yang mulanya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan pada reksa dana milik PT Asuransi Jiwasraya selama 2008-2018.
Baca juga: Dakwaan 13 Manajer Investasi Kasus Korupsi Jiwasraya Dibatalkan
Walhasil, dakwaan atas 13 perusahaan itu dibatalkan.
Majelis hakim di sidang yaitu IG Eko Purwanto selaku ketua majelis hakim dengan anggota majelis yaitu Rosmina, Teguh Santosa, Sukartono dan Moch Agus Salim.
"Mengadili, menerima keberatan atau eksepsi tentang penggabungan berkas perkara terdakwa 1, 6, 7, 9, 10, 12. Menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut," ucap ketua majelis hakim IG Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/8/2021) malam.
Eksepsi diajukan oleh enam perusahaan investasi yaitu PT Dhanawibawa Manajemen Investasi yang saat ini bernama PT Pan Arcadia Capital, PT MNC Asset Management yang sebelumnya bernama PT Bhakti Asset Management, PT Maybank Asset Management, yang sebelumnya bernama PT GMT Aset Manajemen atau PT Maybank GMT Asset Management, PT Jasa Capital Asset Management yang sebelumnya bernama PT Prime Capital, PT Pool Advista Aset Manajemen yang sebelumnya bernama PT Kharisma Asset Management dan PT Treasure Fund Investama.
Baca juga: Pakar Hukum: Penyidik Kejaksaan Perlu Cermati Sumber Dana Jiwasraya dan Asabri
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa perkara 13 perusahaan investasi itu tidak berhubungan satu sama lain.
Sehingga, akan menyulitkan majelis hakim untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa.
"Tindakan penuntut umum yang menggabungkan begitu banyak perkara ke dalam satu berkas perkara akan menyulitkan majelis hakim untuk memilah-milah tiap perkara pidananya oleh karenanya akan merugikan kerugian yang begitu besar bagi para terdakwa," kata hakim Eko.
Majelis hakim menyebutkan tindak pidana yang didakwakan kepada 13 terdakwa tersebut tidak ada sangkut paut dan hubungan satu sama lain.
"Konsekuensi pemisahan para terdakwa juga mengakibatkan kehadiran masing-masing terdakwa tidak relevan terhadap terdakwa lainnya, masing-masing terdakwa jadi terpaksa turut serta terhadap pemeriksan terdakwa lain dan penyelesaian saksi-saksi dari terdakwa yang satu tergantung dengan pemeriksaan terdakwa lainnya," imbuh hakim Eko.
Artinya, majelis hakim melihat perkara tersebut menjadi rumit dan bertentangan dengan asas persidangan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan.
Syarat penggabungan seperti dalam pasal 141 KUHAP untuk pemeriksaan tidak terpenuhi sehingga keberatan atau eksepsi terhadap penggabungan berkas perkara yang diajukan terdakwa 1, 6, 7, 9, 10 dan 12 dipandang beralasan dan berdasarkan hukum oleh karenanya harus diterima," ujar hakim Eko.
Karena keberatan terhadap penggabungan berkas perkara diterima, maka surat dakwaan maka surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum.
"Silakan penuntut umum berhak melakukan perlawanan atau menyerahkan perkara menjadi 'split' 13 berkas perkara," ujar hakim Eko usai mengetuk palu.
Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mengatakan perbuatan 13 perusahaan investasi tersebut tidak mematuhi ketentuan Pasal 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.04/2015 Tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi yang menyatakan manajer investasi dapat menerima komisi, sepanjang komisi tersebut secara langsung bermanfaat bagi manajer investasi dalam proses pengambilan keputusan investasi untuk kepentingan nasabah dan tidak mengakibatkan benturan kepentingan dengan nasabah dan/atau merugikan kepentingan nasabah.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian senilai total Rp10,985 triliun.
Ke-13 korporasi manajemen investasi tersebut adalah:
1. PT Dhanawibawa Manajemen Investasi yang saat ini bernama PT Pan Arcadia Capital.
2. PT Oso Manajemen Investasi.
3. PT Pinnacle Persada Investama.
4. PT Millenium Capital Management yang sebelumnya bernama PT Millenium Danatama Indonesia.
5. PT Prospera Asset Management.
6. PT MNC Asset Management yang sebelumnya bernama PT Bhakti Asset Management
7. PT Maybank Asset Management, yang sebelumnya bernama PT GMT Aset Manajemen atau PT Maybank GMT Asset Management.
8. PT Gap Capital.
9. PT Jasa Capital Asset Management yang sebelumnya bernama PT Prime Capital.
10. PT Pool Advista Aset Manajemen yang sebelumnya bernama PT Kharisma Asset Management.
11. PT Corfina Capital.
12. PT Treasure Fund Investama.
13. PT Sinarmas Asset Management.