TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan penjelasan mengapa hingga saat ini Very Idham Henyansyah alias Ryan Jombang belum dieksekusi mati.
Pasalnya, sejak divonis mati pada 2009 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Depok, Ryan Jombang masih mendekam di dalam penjara, tepatnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Khusus Kelas IIA Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Sebagaimana warga binaan lainnya, Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjenpas Rika Aprianti menerangkan bahwa Ryan Jombang masih memiliki hak mengajukan grasi kepada presiden.
"Ryan belum dieksekusi karena dia masih punya hak untuk mengajukan grasi, oleh karena itu kejaksaan belum melakukan eksekusi. Ryan diberikan dulu haknya untuk itu," kata Rika kepada Tribunnews.com, Kamis (19/8/2021).
Lebih jauh, Rika menggarisbawahi, kewenangan untuk mengeksekusi seorang terpidana bukanlah berada di institusi tempatnya bekerja, melainkan milik Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Eksekusi bukan ada kewenangan kita," kata dia.
Rika mengatakan, selama ini menjalani pidana Ryan Jombang mengikuti program pembinaan di lapas dengan baik.
Baca juga: Kuasa Hukum Habib Bahar Sebut Perkelahian Kliennya dengan Ryan Jombang Berawal dari Salah Paham
Menurut penuturannya, Ryan Jombang kini tengah dalam kondisi baik.
"Ryan kondisinya baik-baik aja di dalam. Jangankan orang di dalam, kita di masyarakat antar tetangga ada perselisihan bisa diselesaikan. Apalagi mereka sejak 2020 sudah enggak ketemu keluarga secara langsung, kan secara psikologis bisa menimbulkan perselisihan," katanya.
Perselisihan dimaksud yaitu antara Ryan Jombang dan Habib Bahar bin Smith.
Nama Ryan Jombang kembali populer karena terlibat selisih paham dengan Habib Bahar pada Minggu (15/8/2021).
Keduanya yang merupakan penghuni Lapas Gunung Sindur bercekcok akibat persoalan uang.
Diketahui, Ryan Jombang tercatat telah membunuh 11 orang di Jakarta dan Jombang, kampung halamannya dengan rentang waktu 2006 hingga 2008.
Kasusnya terbongkar dimulai dengan penemuan potongan tubuh Heri Santoso (40) seorang manager di perusahaan swasta di Jakarta, di dekat Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan pada 12 Juli 2008.
Dia dijatuhi hukuman mati, namun hingga saat ini belum kunjung dieksekusi.