News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kuasa Hukum Moeldoko Ancam Laporkan Peneliti ICW dengan Pasal Penyebaran Hoaks

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, Otto Hasibuan bakal menjerat peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dalam dugaan pasal penyebaran berita bohong alias hoax terkait dugaan keterlibatan kliennya dalam pusaran pemburu rente obat ivermectin hingga ekspor beras.

Dijelaskan Otto, hal itu sebagaimana termasuk dalam Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-undang nomor 11 tahun 2008.

"Saya melihat di sini pasal yang paling tepat adalah mungkin pasal 27 dan 45 UU ITE kali ya. Ada kabar bohong, ada kabar yang tidak benar, disampaikan melalui elektronik gitu. Karena itu disampaikan melalui website mereka, disampaikan diskusi virtual secara virtual melalui Youtube," kata Otto dalam diskusi daring, Jumat (20/8/2021).

Otto menjelaskan pihak yang dilaporkan dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong ini bukanlah ICW sebagai lembaga masyarakat.

Akan tetapi, hanya Egi Primayogha dan Miftah yang juga peneliti dari ICW.

"Kami laporkan itu pasti adalah saudara Egi dan saudara yang satu lagi itu yang menulis itu Miftah ya. Miftah saya lupa namanya. Jadi itu yang kita laporkan itu karena perbuatan pidana," jelasnya.

Baca juga: Moeldoko Bakal Laporkan Peneliti ICW ke Polisi Jika Tak Minta Maaf soal Tudingan Pemburu Rente

Atas dasar itu, pihaknya telah mengirimkan surat somasi kepada Egi Primayogha untuk segera meminta maaf dan merevisi pernyataanya tersebut.

Hal ini merupakan teguran terakhir yang bakal diberikan kepada Egi.

Ia menyampaikan pihaknya memberikan waktu paling lambat 5 hari untuk dapat mentaati surat somasi dari permintaan kliennya tersebut.

"Jadi tadi saya kirim surat kepada si Egi. Surat teguran yang ketiga dan yang terakhir. Dan secara tegas kami menyatakan, kami berikan waktu 5x24 jam. Jadi 5 hari supaya dia longgar. Kami mundurkan lagi. 5x24 jam kita berikan waktu kepada mereka untuk mencabut pernyataannya dan meminta maaf terhadap Pak Moeldoko," tukasnya.

Sebelumnya diberitakan, Tim kuasa hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi somasi yang dilayangkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Ada dua poin yang dipermasalahkan oleh Moeldoko dalam kajian ICW, yakni tudingan pemburuan rente dan ekpor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.

Salah satu tim kuasa hukum ICW Muhammad Isnur memastikan pihaknya telah membalas somasi dari kubu Moeldoko.

"Berangkat dari poin permasalahan itu, ICW sudah membalas somasi Moeldoko pada hari Selasa, 3 Agustus 2021," ujar Isnur melalui keterangan tertulis, Sabtu (7/8/2021).

"Jadi, jelas keliru kuasa hukum Moeldoko jika kemudian mengatakan belum menerima surat balasan dari ICW," tambah Isnur.

Isnur mengatakan dalam surat itu, pihaknya menegaskan bahwa ICW menemukan sejumlah indikasi keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.

Menurut Isnur, hal ini didasarkan atas relasi bisnis antara anak Moeldoko dengan Sofia Koswara (Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin) dalam PT Noorpay Nusantara Perkasa.

Tidak hanya itu, Isnur mengungkapkan beberapa pemberitaan juga menyebutkan bahwa Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses.

Padahal, pada waktu yang sama, uji klinis atas obat ivermectin belum diselesaikan.

"Temuan ICW juga merujuk pada informasi yang menyebutkan adanya distribusi Ivermectin oleh HKTI berkerjasama dengan PT Harsen Laboratories kepada sejumlah masyarakat di Jawa Tengah," kata Isnur.

Dirinya mengungkapkan tak lama berselang, BPOM menegur PT Harsen Laboratories karena telah menyalahi aturan produksi dan peredaran obat.

Tindakan itu dilanjutkan dengan permintaan maaf dari produsen Ivermectin tersebut.

"Maka dari itu, wajar jika kemudian masyarakat mendesak adanya klarifikasi dari Moeldoko atas tindakannya terkait obat Ivermectin," tutur Isnur.

Kemudian yang kedua, dalam surat balasan somasi, ICW sudah meluruskan bahwa telah terjadi misinformasi.

Hal ini terkait ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.

Merujuk pada siaran pers yang tertuang di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa dalam hal mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism.

"Jadi, tidak tepat juga jika misinformasi itu langsung dikatakan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah," tutur Isnur.

"Sebab, mens rea bukan mengarah pada tindakan sebagaimana dituduhkan Moeldoko dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah ICW unggah di website ICW," tambah Isnur.

Selain itu, Isnur menjelaskan posisi ICW dalam konteks pengawasan roda pemerintahan.

Dirinya mengatakan pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan banyak kesepakatan internasional.

Menurutnya kuasa hukum Moeldoko Otto Hasibuan keliru dalam memandang posisi ICW.

Dirinya mengungkapkan kajian seperti ini bukan kali pertama dilakukan oleh ICW. Sejak ICW berdiri, penelitian, khususnya terkait korupsi politik, memang menjadi mandat berdirinya lembaga ini.

Salah satu metode yang sering gunakan adalah pemetaan relasi politik antara pejabat publik dengan pebisnis.

Atas dasar pemetaan itu nantinya ditemukan konflik kepentingan yang biasanya berujung pada praktik korupsi.

Isnur mengatakan setiap ICW mengeluarkan kajian, salah satu desakannya juga menyasar kepada pejabat publik agar melakukan klarifikasi.

Kajian polemik Ivermectin sebagaimana yang dirisaukan oleh Moeldoko juga bukan produk satu-satunya ICW selama masa pandemi Covid-19.

"Poin ini sekaligus membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan adanya motif politik di balik kajian polemik Ivermectin," tutur Isnur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini