Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengungkapkan teknologi budi daya tambak udang yang maju dapat meningkatkan produksi sekaligus menyelamatkan 600,000 hektare mangrove dengan potensi mitigasi dan pengurangan CO2 sebesar 1 miliar ton dalam 10 tahun.
Pada saat yang bersamaan, Indonesia bisa mencapai target produksi udangnya.
Hal ini disampaikanMuhammad Ilman, Direktur Program Kelautan YKAN, dalam konferensi budi daya udang internasional, The Aquaculture Roundtable Series (TARS 2021), Kamis (19/8/2021).
Budi daya udang adalah komoditas perikanan dengan tingkat pertumbuhan yang paling cepat dan dengan nilai perdagangan global yang meliputi 15% dari total nilai perdagangan perikanan internasional.
Mayoritas udang dibudidayakan di negara berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi lokal.
Apalagi kebutuhan protein berupa ikan akan terus meningkat hingga tahun 2030.
Baca juga: Masyarakat Dilibatkan dalam Kegiatan Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove
Karena itu, negara-negara produsen perikanan utama seperti Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan volume ekspor hingga 250 persen pada tahun 2024.
Langkah ini dapat membantu ekonomi lokal dan nasional, tetapi harus dilakukan hati-hati, agar tidak melemahkan upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Ilman mengatakan banyak tambak yang terlanjur dibangun di dalam ekosistem mangrove di Asia Tenggara.
Praktik ini merupakan kontributor utama pengurangan ekosistem mangrove global.
“Di Indonesia, misalnya, sebagian besar dari 600.000 hektare tambak udang adalah tambak ekstensif dengan produktivitas rendah yang dikonversi dari lahan mangrove,” jelas Ilman.
Baca juga: Rehabilitasi Mangrove Menjadi Penyelamat di Kala PPKM
Sebagai solusinya, Ilman menyampaikan perlunya mendesain ulang tata letak tambak ekstensif tersebut.
Sehingga, 50–80 persen tambak bisa kembali berfungsi sebagai hutan mangrove secara alamiah.
Di sisi lain, kegiatan budi daya bisa dilanjutkan di areal yang tersisa dengan mendorong teknologi budi daya yang lebih maju untuk meningkatkan produksi.
Pendekatan ini dapat menyelamatkan 600,000 hektare mangrove dengan potensi mitigasi dan pengurangan CO2 sebesar 1 miliar ton dalam 10 tahun.
Ilman juga menyampaikan pembelajaran dari kegiatan YKAN bersama mitra tentang budi daya udang secara berkelanjutan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dan Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kabupaten Berau misalnya, memiliki ekosistem mangrove seluas 86.000 hektare, terluas di Provinsi Kalimantan Timur.
Sayangnya, pembukaan tambak udang yang tidak terencana menjadi pendorong utama deforestasi mangrove di sana.
Baca juga: Penemuan Mayat Bayi Perempuan di Ekowisata Mangrove Surabaya, Kondisinya Sudah Tak Utuh
“Pada 2019, 13 persen atau 11.000 hektare lahan mangrove diubah menjadi areal tambak udang. Jika area tambak terus meluas, dapat menyebabkan dampak negatif yang lebih besar, tidak hanya bagi ekosistem tetapi juga bagi masyarakat pesisir,” kata Ilman.
Ilman melanjutkan bahwa untuk mengatasi hal tersebut, YKAN bersama Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, memperkenalkan tambak SECURE (Shrimp-Carbon Aquaculture) di Delta Berau.
Sebagian besar tambak udang di delta tersebut berukuran besar, mulai dari 5 hektare hingga 25 hektare.
Luasnya tambak ini berbanding terbalik dengan produktivitasnya yang hanya 27 kg per hektare per siklus.
Produktivitas yang rendah ini menjadi salah satu alasan untuk membuka tambak udang baru demi mendapatkan lebih banyak manfaat ekonomi.
Program tambak SECURE dilakukan dengan mendesain ulang tambak udang ke ukuran yang lebih kecil dan menggabungkannya dengan restorasi hidrologi mangrove.
Program tersebut telah merestorasi 10 hektare tambak udang aktif menjadi 2 hektare tambak udang.
Sementara areal sisanya, sebesar 8 hektare digunakan sebagai areal restorasi mangrove yang akan mendukung pakan alami untuk udang dan ikan, serta mengurangi emisi karbon.
Ilman mengatakan jika kawasan pesisir dikelola secara terpadu, akan tercipta keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat pembudidaya dan konservasi ekosistem mangrove.
“Upaya ini penting karena ekosistem mangrove yang sehat mendukung produktivitas perikanan, memberikan sumber pendapatan, perlindungan, serta berkontribusi pada ketahanan pangan dan sosial juga penurunan emisi gas rumah kaca,” ujar Ilman.