Saut lantas membandingkan dengan apa yang dialami Juliari dengan penyidik KPK yang juga dicaci maki dan dituding sebagai Taliban.
"Jangankan tersangka koruptor, yang menangkapi koruptor aja dicaci-maki dibilang taliban lah dan lain-lain," kata Saut.
Saut menilai keputusan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjadikan caci maki yang diterima Juliari sebagai alasan meringankan menjadikan negara ini semakin lucu.
Menurutnya, status Juliari sebagai menteri dan melakukan korupsi dana bansos harusnya jadi alasan untuk memperberat hukuman Juliari.
"Jadi kalau itu jadi alasan yang meringankan maka negeri ini semakin lucu, sebab seorang menteri korupsi itu justru harus jadi pemberatan, di tengah pendemi dan yang disikat itu namanya jelas-jelas dana bansos bencana Covid-19," ujar Saut.
PA 212
Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif juga menyoroti hal yang meringankan karena mendapatkan banyak hinaan dalam kasus ini.
Menurut Slamet, komitmen Ketua KPK dipertaruhkan di sini.
"Kita kan berharap dengan komitmen Ketua KPK semestinya, apalagi ini kan efeknya buat rakyat kecil," kata Slamet kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).
Slamet pun menilai bahwa hukuman yang pantas untuk Juliari semestinya adalah hukuman mati.
"Komitmen Ketua KPK yang sekarang, dan sekarang masyarakat lagi melihat komitmennya terkait pemberantasan korupsi apalagi menyangkut dana bansos," pungkasnya.
Ketua KPK Firli Bahuri lewat keterangan tertulis Maret 2021, sempat menyinggung kemungkinan pemakaian tafsir pidana mati untuk kasus eks-mensos.
Kasus Juliari dia akui amat mencederai kepercayaan publik, lantaran suap bansos berlangsung di tengah darurat pandemi.
Berita terkait kasus korupsi Bansos Covid
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Reza Deni/Hendra Gunawan/Ilham Rian)