News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Jika Duet Jokowi-Prabowo Jadi Kenyataan, SBY-JK Berpotensi Ikut Pilpres 2024

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertemuan Menhan Prabowo Subianto dengan Presiden Jokowi di Istana Yogyakarta, Rabu (1/1/2020). Jika Duet Jokowi-Prabowo Jadi Kenyataan, SBY-JK Berpotensi Ikut Pilpres 2024

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai pertemuan para petinggi partai Gerindra dan PDI Perjuangan di Diponegoro, Jakarta Pusat memperkuat sinyalemen duet Jokowi-Prabowo bakal terjadi di pemilu presiden tahun 2024 mendatang. Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani melihat apabila duet tersebut benar-benar terjadi bukan tidak mungkin SBY dan Jusuf Kalla (JK) akan kembali maju bertarung lagi di pilpres 2024.

Menurutnya kegaduhan juga bisa terjadi jika duet itu terwujud. Sebab perubahan amandemen UUD 1945 harus dilakukan terlebih dahulu.

Baca juga: Survei Indikator Politik: Elektabilitas Prabowo Subianto Masih Tertinggi, Ganjar Pranowo Nomor Dua

Baca juga: Ada Apa? Ketua Umum PAN Ikut dalam Pertemuan Jokowi dengan Petinggi Parpol Koalisi di Istana

"Ini merupakan spekulasi inkonstitusional. Kenapa? Karena Pak Jokowi sudah dua periode menjadi Presiden RI. Tentu jika nanti dicapreskan kembali berarti itu harus terlebih dahulu mengamandemen UUD 1945. Itu bukan pekerjaan mudah, karena akan menimbulkan kegaduhan yang luar biasa," kata Arsul, Rabu(25/8/2021).

"Apalagi nanti jika Pak SBY didorong maju jadi capres lagi, terus Pak JK juga didorong maju jadi cawapres lagi. Saya kira mayoritas warga bangsa ini tidak ingin itu terjadi, karena akan berpotensi menimbulkan perpecahan sosial, meski elit politiknya bisa sepakat," tambah Arsul.

Pertemuan tersebut, kata Arsul, jangan dispekulasikan sebagai persiapan Pemilu 2024. Sebab sesungguhnya antar parpol, terutama yang berada di koalisi pemerintahan, memang sering bertemu atau berkomunikasi satu sama lain. Hanya kemudian banyak yang dilakukan secara tertutup dan menghindari publikasi.

KH Zainuddin MZ bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, Agustus 2005 (tribunnews.com/ismanto)

"Nah pertemuan PDIP dengan Gerindra itu bagian dari komunikasi intens dua parpol koalisi pemerintahan. Jadi jangan dispekulasikan sebagai persiapan Pemilu 2024. Biasanya malah yang mendominasi pembicaraan adalah bagaimana program-program pemerintahan bisa lebih didorong terutama terkait penanggulangan dampak pandemi Covid, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi," jelas Arsul.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menegaskan wacana duet JokPro sebagai ide yang tergolong berbahaya, karena menabrak konstitusi terkait masa jabatan presiden. Dia juga melihat wacana tersebut justru menutup kemungkinan adanya kontribusi tokoh-tokoh lain. Karenanya Mardani melihat peluang duet JokPro terwujud sangatlah kecil.

"Sebagai wacana, ide ini berbahaya karena menabrak konstitusi. Selain itu ide ini bertentangan dengan semangat reformasi yang ingin menutup peluang bagi munculnya tirani," ujar Mardani.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengajak calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto untuk datang di acara Reuni Akbar 212 yang rencananya digelar akhir pekan ini, Minggu (2/12/2018). (capture video)

"Ide ini menutup peran dan kontribusi tokoh lain (dalam kontestasi politik), seolah hanya dua jagoan ini yang dapat menyelamatkan Indonesia. Kecil peluangnya (terwujud), justru kasihan Pak Jokowi terdesak dengan usulan ini," tambahnya.

Sementara itu Wakil Ketua Umum sekaligus Juru Bicara Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menyampaikan duet Jokowi-Prabowo(JokPro) di Pilpres 2024 merupakan sesuatu yang mustahil.

"Sesuatu hal yang mustahil jika ada isu di Pemilu 2024 memasangkan Jokowi-Prabowo. Hal itu berarti akan ada amandemen UUD 1945 NRI tentang jabatan presiden. Dan PDIP pun juga sudah terang menolak soal amandemen tentang jabatan presiden," ujar Viva.

Apalagi, kata Viva, Jokowi juga sudah beberapa kali menegaskan menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Bahkan menurutnya orang yang mendukung atau mengusulkan wacana itu tengah mencari muka, berusaha mencoreng muka dan menjerumuskan Jokowi.

"Padahal sudah beberapa kali Presiden Jokowi menyatakan penolakan secara jelas dan terang. PAN tetap mendukung sikap Presiden Jokowi yang konstitusional itu," kata Viva.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Andi Arief menyebut komunikasi yang terjadi antara Gerindra-PDIP merupakan hal biasa. Andi lebih mengkhawatirkan pembicaraan yang terjadi di luar pertemuan itu, seperti amandemen terbatas UUD 1945.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbincang dengan Jusuf Kalla di Rumah Dinas wakil Presiden, Selasa (1/11/2016). (Tim Dokumentasi Jusuf Kalla)

"Komunikasi antar partai itu hal biasa, karena sifatnya terbuka pertemuan itu pasti bicara yang umum-umum tentunya. Yang saya khawatirkan adalah pembicaraan gelap di luar pertemuan itu. Apalagi kita tahu kemandirian partai saat ini sedang dalam ujian besar, mengingat dominannya oligarki. Soal amandemen UUD 1945, menurut saya dibicarakan di ruang gelap, bukan di pertemuan itu," kata Andi.

Bila amandemen UUD 1945 terlaksana, Andi menegaskan itu sama saja mengembalikan postur demokrasi Indonesia ke desain lama. Imbasnya kedaulatan rakyat akan dibajak kembali oleh parlemen.

"Demokrat mencurigai amandemen terbatas itu hanya akal-akalan atau pintu masuk buat memuluskan Presiden sebagai mandataris MPR," kata Andi.

Politikus Partai NasDem Irma Suryani Chaniago menyebut partainya patuh terhadap Undang-Undang (UU). Karenanya sebelum ada UU yang memiliki legal formal terkait rencana presiden tiga periode, NasDem menegaskan menolak wacana duet JokPro.

"NasDem tetap berpegang pada keputusan presiden yang menolak tiga periode dan UU yang berlaku saat ini. Kecuali jika peraturan per undang-undangannya berubah, tentu kita akan mengikuti peraturan yang sah tersebut," ujar Irma.
Sebab, dia menilai ketika UU telah berubah, maka strategi parpol akan dengan sendirinya ikut berubah. Namun jangan dilupakan bahwa penentu duet ini terwujud atau tidak adalah mayoritas suara parpol harus setuju melakukan amandemen terbatas.

"Kalau mayoritas parpol tidak setuju amandemen tiga periode, maka wacana duet itu gagal. Tapi kalau wacana duet itu disetujui mayoritas dan UU-nya diamandemen, saya yakin parpol-parpol akan kembali merubah sikapnya," katanya.
Senada, Wakil Ketua Umum PKB sekaligus Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menyampaikan partainya tak akan mendukung wacana di luar konstitusi. Menurutnya, dalam demokrasi yang terpenting adalah menjunjung tinggi konstitusi.

"Untuk saat ini wacana tersebut (JokPro 2024)ada diluar konstitusi. PKB akan tegak lurus pada konstitusi dan kita harus junjung tinggi demokrasi konstitusional," kata Jazilul.

Penasihat Komunitas JokPro 2024 Muhammad Qodari mempercayai pertemuan tersebut adalah bukti menguat peluang terwujudnya duet JokPro. "Pada dasarnya kami yang di JokPro 2024, kami menangkap, percaya, dan baca (pertemuan Gerindra dengan PDIP, - red) sebagai tanda-tanda makin menguatnya peluang untuk terwujud Jokowi-Prabowo 2024," ujar Qodari. Hanya saja, wacana tersebut kemudian nyatanya menghadapi banyak penolakan dari sejumlah partai politik lain di parlemen. (Tribun Network/dit/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini