Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengeluarkan fatwa mengenai seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Fatwa tersebut sebelumnya dimintakan oleh pimpinan DPR RI pada tanggal 16 Agustus 2021 perihal Permintaan Pendapat dan Pandangan dari Komisi XI DPR RI melalui Surat Nomor PW/10177/DPR RI/VIII/2021.
Dalam surat yang diterima Tribun, Kamis(26/8/2021), fatwa MA tersebut ditandatangani Ketua MA, Prof Dr HM Syarifuddin SH MH.
Ada tiga poin terkait penyelenggaraan seleksi calon anggota BPK yang sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Berdasarkan Rapat Pimpinan Mahkamah Agung tanggal 25 Agustus 2021 disampaikan hal-hal sebagai berikut," kata Ketua MA, Syarifuddin dalam suratnya.
Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk memberikan pertimbangan hukum dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara lain.
Baca juga: Unsur Sipil Ingatkan Jadwal Fit and Proper Test Calon Anggota BPK di Komisi XI Tak Boleh Mundur
Hal itu mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA.
Kedua, sehubungan dengan permintaan pendapat dan pandangan tentang penafsiran Pasal 13 huruf j UU tentang BPK, jika ditinjau secara legalistik-formal, Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dan dihubungkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 8 UU tentang BPK, maka Calon Anggota BPK yang pernah menjabat di lingkungan Pengelola Keuangan Negara harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 13 huruf j.
Dengan demikian, kata Ketua MA dalam surat tersebut, harus dimaknai Pasal 13 huruf j UU tentang BPK RI dimaksudkan agar calon Anggota BPK tidak menimbulkan conflict of interest pada saat ia terpilih dan melaksanakan tugas sebagai anggota BPK RI.
Baca juga: MAKI Minta DPR Gugurkan 2 Calon Anggota BPK yang Tidak Memenuhi Syarat
"Demikian pendapat hukum Mahkamah Agung, namun keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih," ujar Ketua MA Syarifuddin dalam penutup suratnya.
Sementara itu Juru Bicara MA yang juga hakim agung, Andi Samsan Nganro yang dikonfirmasi Tribun mengenai kabar tersebut belum menjawab.
Pesan whatsapp yang dikirimkan Tribun hanya bertanda centang dua tapi tidak berwarna biru yang artinya pesan masuk namun belum dibaca.
Ketika coba dihubungi melalui telepon seluler Andi Samsan tidak menjawabnya hingga akhirnya diarahkan ke kotak pesan suara.