Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong Bawaslu RI untuk membuat sistem pengawasan Pilkada yang 'mengawinkan' antara sistem manual dengan penggunaan teknologi.
Hal ini disampaikan Mendagri saat membedah Buku Kajian Evaluatif Penanganan Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 yang diselenggarakan Bawaslu RI, Kamis (26/8/2021).
“Jadi pengembangan teknologi sistem yang ada di jejaring Bawaslu saya kira menjadi penting ,” kata Mendagri secara virtual, Kamis (26/8/2021).
Mendagri menyoroti 2 poin penting yang menurutnya perlu dibahas pada buku kajian Bawaslu itu yakni terkait sistem pengawasan pemilu dan efektivitas penegakan hukum oleh polisi pengawas pemilu.
Baca juga: 1.997 ASN Langgar Netralitas Selama Pilkada 2020, Termasuk Ikut Kampanye di Media Sosial
Ia mengatakan apa yang terdapat dalam tulisan, biasanya belum tentu sama dengan praktik maupun implementasi di lapangan.
“Kita tahu dalam hukum law in the book tidak sama dengan law in action,” ujarnya.
Mengenai masalah sistem, Tito menilai kajian dalam buku tersebut ada baiknya ada penjelasan agar penghitungan suara dilakukan secara hybrid, yakni mengawinkan sistem manual dengan penggunaan teknologi digital.
Sehingga proses penghitungan suara akan lebih cepat dan lebih transparan.
Penggunaan sistem secara manual menurutnya masih penting hingga saat ini, misalnya untuk menghindari masalah jaringan internet maupun hacking.
“Yang manual juga tetap juga berlaku, karena manual ini, setelah saya diskusi dengan PKPU, jika menggunakan elektronik voting kadang ada problem di jaringan, hacking, dan lainnya,” kata Tito.
Menurutnya penghitungan suara manual menjadi salah satu hal yang penting untuk membuat data menjadi real, kuat dan kredibel, namun perlu dipadukan atau di hybrid dengan teknologi.
“Saya pikir Bawaslu perlu membuat seperti itu, sistem pengawasan yang hybrid mengawinkan antara manual dan penggunaan teknologi,” ujarnya.
Terkait pembahasan substansi dalam buku tersebut, Mendagri mengatakan bahwa substansi yang dijelaskan sudah baik karena dapat menjadi pembahasan lebih lanjut bagi para pakar hukum.
Namun masalah sistem perlu ada perbaikan.
“Saya tidak ingin membahas masalah substansi, karena substansinya menurut saya baik, dan itu bisa menjadi intelektual polemik yang dapat dikaji oleh pakar hukum lainnya. Masalah sistem perlu diperbaiki,” ujarnya.