TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid menepis pernyataan Komisioner KPK Alexander Marwata soal operasi tangkap tangan (OTT) tergantung kecerobohan koruptor saat menggunakan ponsel.
Menurut Harun, hampir semua pelaku korupsi yang tertangkap lewat OTT sudah tidak memakai handphone (HP) lagi.
"Lalu kenapa bisa di-OTT? karena OTT itu tak semata bergantung pada pemakaian HP, ceroboh atau tidak, kalau KPK bergantung pada cerobohnya koruptor memakai HP dalam melakukan OTT, maka OTT akan wasalam," kata Harun kepada Tribunnews.com, Kamis (26/8/2021).
Baca juga: Pimpinan KPK: OTT Tergantung Kecerobohan Koruptor Pakai Handphone
Harun menyebut banyak teknik lain yang lebih canggih daripada sekadar menunggu kecerobohan koruptor ketika menggunakan gawainya.
"Orang lapangan yang punya teknik itu, kalau bukan orang lapangan pastilah orientasinya pada hasil sadapan saja," sebut dia.
"Termasuk memburu para buronan. Apakah kemudian bergantung pada kecerobohan buron menggunakan alat komunikasinya? Kalau itu yang dilakukan, maka sampai kiamatpun tidak bisa dibekuk itu buron," Harun menambahkan.
Harun bersama penyelidik dan penyidik lainnya mengaku memiliki kemampuan untuk melakukan OTT tanpa menyadap alat komunikasi.
Akan tetapi, ia tidak dapat mengungkapkan teknik dimaksud semata-mata demi kerahasiaan.
"Itu tekniknya banyak sekali. Tentu tak bisa kami ceritakan di sini teknik-teknik itu, karena itu adalah senjata kami dalam melakukan OTT," kata Harun.
Baca juga: KPK Temukan Lokasi Harun Masiku, BW: Sengaja Beri Tahu Buronan Kabur
Harun yang disebut sebagai 'raja OTT' oleh Ketua KPK Firli Bahuri lantas membeberkan faktor keberhasilan dalam melancarkan giat OTT selama dirinya aktif menjadi penyelidik.
Pada 2018, Firli Bahuri yang saat itu menjabat Deputi Penindakan menjuluki Harun sebagai 'raja OTT'. Dikarenakan pada tahun tersebut KPK sering melakukan OTT.
"Yang paling penting adalah keandalan informan, faktor kesungguhan dan ketelatenan, faktor doa dan keyakinan. Kejahatan itu adalah aib. Tuhan akan membuka aib seseorang itu 'dengan atau tanpa campur tangan penegak hukum'. Penegak hukum itu hanya wasilah. Di samping ikhtiar-ikhtiar itu, tentu teknik dan kecanggihan bertindak kami punya karena pengalaman di lapangan," ujar Harun.
Dalam konferensi pers terkait kinerja penindakan selama semester I 2021, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, banyaknya OTT yang dilakukan KPK tergantung dari kecerobohan calon koruptor dalam menggunakan gawainya.
"OTT ini tergantung pada kecerobohan dari pengguna HP tersebut, ketidakhati-hatian mereka, sehingga mereka kelepasan ngomong dan kemudian bisa diikuti dan seterusnya," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/8/2021).
Tak hanya itu, menurut Alex, menurunnya OTT juga disebabkan karena operasi senyap murni informasi dari masyarakat.
"OTT berkurang apa sebabnya? Kembali lagi saya sampaikan, OTT itu kan murni informasi dari masyarakat yang kemudian kita olah kemudian kita lakukan tapping," kata dia.
Lebih lanjut Alex menjelaskan, dalam proses penyadapan para penyidik bergiliran melacak ratusan nomor ponsel.
"Selama ini pegawai di unit yang melaksanakan itu sekali kan bergilir 24 jam kita lakukan. Sekali kita bisa lakukan sampai ratusan nomor, sekarang nggak mungkin," kata Alex.
Baca juga: Komnas HAM Harap Jokowi Bisa Menerima Penjelasan Terkait TWK Pegawai KPK Secara Langsung
Dengan demikian, dikatakannya, dalam proses penyadapan penyidik kerap mendapat kendala.
Soalnya, KPK memiliki keterbatasan sumber daya manusia (SDM) untuk melacak ratusan nomor telepon.
"Karena paling berapa, hanya 10 orang. Kalau dia sampai memonitor 50 nomor aja sudah kewalahan jadi nggak memungkinkan untuk melakukan penyadapan dengan jumlah nomor yang banyak," kata Alex.
Harun sendiri merupakan penyelidik KPK yang dinonaktifkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) pimpinan KPK Nomor 652 tahun 2021.
Dia dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) karena disebut tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).