Dalam hal pengendalian dan pengawasan ini, selain instrumen hukum (UU Informasi dan Transaksi Elektronik/ITE) perlu didukung dengan mesin komputer crawling berbasis kecerdasan buatan.
Ganjar juga membeberkan beberapa tips untuk melawan hoas, seperti teliti dulu setelah mendapatkan informasi. Kemudian memperbanyak literasi digital, memproduksi konten positif, dan ketika menerima hoak supaya tidak ikut menyebarkannya. ”Jika menerima hoaks, cukup berhenti pada kita,” kata gubernur yang aktif di media sosial ini.
Terkait upaya Pemprov Jateng dalam memerangi hoaks, menurut Ganjar, antara lain dilakukan dengan menggiatkan saber hoaks melalui website: corona.jatengprov.go.id, terutama hoaks tentang pandemi. Lalu, melakukan analisis informasi dan menerbitkan laporan hoaks secara berkala.
Pemprov Jateng juga bekerja sama dengan masyarakat untuk menyebarkan konten positif di media massa dan menyosialisakan cerdas bermedia kepada masyarakat di desa melalui media tradisional.
Narasumber lain yang hadir dalam webinar tersebut, dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Lintang Ratri Rahmiaji mengatakan, dalam menghadapi ruang digital juga harus disamakan dengan dunia nyata.
”Kalau di dunia nyata enggak mau terima tamu malem-malem, ya enggak usah ngechat dosen tengah malam. Kalau enggak mau dicubit, jangan mencubit,” katanya mencontohkan.
Termasuk pula, lanjut Lintang, saat memberikan komentar dalam sebuah postingan atau konten. ”Gunakan prinsip kritik yang sama dengan dunia nyata. Fokus substansi bukan menyerang pribadi atau golongan dan sertakan solusi,” cetus Lintang.
Dalam diskusi virtual yang dimoderatori Shafinaz Nachiar ini, hadiri pula narasumber lain yakni Konsultan Komunikasi dan Sosial Media, Wicaksono @NdoroKakung, serta seniman Endah Laras sebagai key opinion leader. (*)