News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Data Pengguna eHac Bocor

Mabes Polri Turun Tangan Selidiki Kebocoran Data Aplikasi eHAC

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri memastikan turun tangan menyelidiki kasus kebocoran 1 juta data pengguna aplikasi Covid-19 milik pemerintah Indonesia (RI) eHAC.

"Ya bantu laksanakan lidik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono kepada wartawan, Selasa (31/8/2021).

Argo menyampaikan nantinya kasus itu akan ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

"Secara teknis biarkan penyidik cyber bekerja," tukasnya.

Baca juga: Kejahatan Siber Bayangi 1,3 Juta Pengguna eHAC Akibat Kebocoran Data Masal

Sebelumnya diberitakan, eHAC, aplikasi Covid-19 Pemerintah Indonesia (RI), diduga telah bocor dan tak sengaja mengekspos lebih dari 1 juta data pribadi orang dalam aplikasi tersebut.

Kabar kebocoran data massal di aplikasi eHAC ini mengacu pada laporan artikel yang diterbitkan vpnmentor.com hari Senin (30/8/2021).

Tim peneliti vpnMentor yang dipimpin oleh Noam Rotem dan Ran Locar, menemukan pelanggaran data dalam program eHAC Indonesia yang dibuat untuk mengatasi penyebaran pandemi COVID-19 di negara ini.

eHAC atau electronic health alert card adalah aplikasi 'test and trace' bagi orang-orang yang masuk ke Indonesia untuk memastikan mereka tidak membawa virus ke negara tersebut.

Aplikasi ini didirikan pada tahun 2021 oleh Kementerian Kesehatan Indonesia.

Baca juga: Data Pengguna eHAC Bocor, PKS: Pemerintah Harus Bertanggung Jawab!

Aplikasi ini merupakan persyaratan wajib bagi setiap pelancong yang memasuki Indonesia dari luar negeri, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, juga diperlukan untuk penerbangan domestik di Indonesia.

Aplikasi eHAC diunduh ke perangkat seluler penumpang dan menyimpan status kesehatan terbaru mereka, data Personally Identifiable Information (PII), detail kontak, hasil tes COVID-19, dan banyak lagi.

Namun, pengembang aplikasi gagal menerapkan protokol privasi data yang memadai dan membiarkan data lebih dari 1 juta orang terpapar di server terbuka.

Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa vpnMentor bekerja keras untuk menerbitkan laporan yang akurat dan dapat dipercaya untuk memastikan semua orang yang membacanya memahami hal serius ini.

“Beberapa pihak yang terkena dampak menyangkal fakta, mengabaikan penelitian kami atau mengecilkan dampaknya. Jadi, kami harus teliti dan memastikan semua yang kami temukan benar dan akurat,” tulis artikel tersebut.

Baca juga: Klarifikasi Kemenkes soal Dugaan Kebocoran Data eHAC, Minta Pengguna Hapus Aplikasi eHAC yang Lama

Dalam hal ini, tim keamanan siber vpnMentor menemukan database yang terbuka sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengurangi jumlah kebocoran data dari situs web dan aplikasi di seluruh dunia.

“Tim kami menemukan catatan eHAC tanpa hambatan, karena kurangnya protokol yang diterapkan oleh pengembang aplikasi," sebut tim keamanan siber vpnMentor.

"Setelah mereka menyelidiki database dan memastikan bahwa catatan tersebut asli, kami menghubungi Kementerian Kesehatan Indonesia dan mempresentasikan temuan kami,” lanjutnya.

“Setelah beberapa hari tanpa jawaban dari kementerian, kami menghubungi agensi CERT * Indonesia dan, akhirnya, penyedia hosting Google – eHAC,” sebutnya lagi.

Hingga awal Agustus, vpnMentor menyatakan belum menerima jawaban dari pihak terkait.

Sehingga mereka mencoba menjangkau penyelidikan pemerintah tambahan, salah satunya adalah BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) yang didirikan untuk melakukan kegiatan di bidang keamanan cyber.

Baca juga: Diduga Bocor! Aplikasi eHAC Milik Pemerintah Dilaporkan Ekspos Lebih dari 1 Juta Data Pribadi

Tim Tanggap Darurat Komputer Indonesia (ID-CERT) adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk menangani insiden keamanan siber di negara Indonesia.

Sebagian besar negara memiliki lembaga serupa untuk menangani kebocoran dan peretasan data lokal.

“Kami menghubungi mereka pada 22 Agustus dan mereka menjawab pada hari yang sama. Dua hari kemudian, pada 24 Agustus, server dimatikan,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini