TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai pihak turut soroti kasus Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar yang melanggar dua perkara.
Perkara tersebut yakni penyalahgunaaan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan atau berkomunikasi dengan orang yang sedang beperkara di KPK, dalam hal ini Wali Kota nonaktif Tanjungbalai Muhamad Syahrial.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Lili Pintauli untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Tanggapan serupa juga disampaikan oleh peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Univeristas Gadjah Mada Yogyakarta, atau PUKAT UGM.
Baca juga: Kuasa Hukum Minta Kasus Muhammad Kece dan Yahya Waloni Diselesaikan Secara Restorative Justice
Baca juga: KPK Rampungkan Penyidikan Eks Direktur Pemeriksaan Pajak Angin Prayitno Aji
LBH Sebut Seharusnya Dijatuhi Sanksi Berat
Menyikapi kasus Lili, Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana berpendapat, pelanggaran yang dilakukan Lili seharusnya dapat dijatuhi sanksi berat.
Mengingat, kata Arif, dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan KPK, Lili dinilai telah melakukan perilaku koruptif.
Tindakan tersebut tercermin dari lemahnya penegakan hukum tindak pidana korupsi serta pengawasan terhadap pelaksanaannya.
"LBH Jakarta menilai bahwa adanya perilaku koruptif dalam lembaga antikorupsi. Hal tersebut tercermin dari ketidakseriusan dan lemahnya penegakan hukum tindak pidana korupsi serta pengawasan terhadap pelaksanaannya," kata Arif kepada Tribunnews.com, Rabu (1/9/2021).
Hal itu terlihat ketika yang bersangkutan hanya mendapat sanksi sebatas pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Baca juga: PKS: Demi Integritas KPK, Penerima Sanksi Berat Seharusnya Diberhentikan atau Diproses Pidana
Padahal seharusnya, apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran berat, maka seharusnya juga diberlakukan sanksi pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.
"Perdewas 2/2020 dijelaskan bahwa yang termasuk pelanggaran berat yaitu pelanggaran yang memberikan dampak dan kerugian terhadap negara."
"Selanjutnya sanksi berat yang dimaksud tak hanya sebatas pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan tetapi juga terdapat sanksi berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan," kata Arif.
Sanksi Pemotongan Gaji Tak Sebanding Dengan Perbuatan
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai putusan Dewas KPK terhadap Lili Pintauli terlalu ringan.
Mengutip Tribunnews.com, Lili dinyatakan bersalah melanggar Pasal 4 Ayat 2 huruf b dan a Peraturan Dewas nomor 02 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK dengan hanya diberikan sanksi pemotongan gaji.
Baca juga: Buntut Tudingan Ivermectin, Moeldoko Laporkan ICW ke Polisi
Menurut Kurnia, sanksi yang diberikan yakni dengan hanya pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan tersebut, dianggap Kurnia tidak sebanding dengan perbuatan Lili.
Mengingat, Lili telah memanfaatkan jabatannya sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan keluarganya.
Untuk itu, Kurnia meminta yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPK.
"Perbuatan Lili Pintauli dapat disebut sebagai perbuatan koruptif, sehingga Dewan Pengawas seharusnya tidak hanya mengurangi gaji pokok Lili, tetapi juga meminta yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPK," kata Kurnia.
Tak hanya itu, ICW juga meminta agar Dewas KPK melaporkan Lili Pintauli Siregar ke pihak kepolisian.
PUKAT UGM: Jika Tak Mundur, Mungkin Pidana Jadi Solusi
Desakan agar Lili mundur dari jabatannya juga dilontarkan peneliti PUKAT UGM.
Baca juga: ICW Harap Jokowi Segera Ambil Sikap Terkait Kisruh TWK Pegawai KPK
Hal tersebut diungkap oleh Zaenur Rohman melalui Kompas Tv Rabu (1/8/2021).
Menurut Zaenur, Lili selaku pimpinan KPK sudah tidak layak lagi menjabati posisinya.
"Bagi Pimpinan KPK yang telah dijatuhi hukuman berat, sudah tidak layak lagi menjabat di KPK," kata Zaenur.
Menurutnya, putusan Dewan Pengawas KPK terhadap Lili, terlalu lembek.
Padahal pelanggaran yang dilakukan Lili dapat dikategorikan, sebagai pelanggaran pidana.
Untuk itu, kata Zaenur, jika proses etik tidak dapat memberhentikan Lili dari posisi Wakil Ketua KPK, dirinya berharap proses pidana nantinya dapat menjadi solusi.
Hal ini harus dilakukan, agar kedepan siapapun yang melakukan pelanggaran berat di KPK tidak dapat lagi menduduki jabatannya.
"Jika proses etik tidak dapat memberhentikan Wakil Ketua KPK yang melakukan pelanggaran berat ini, saya berharap proses pidana nantinya menjadi solusi agar siapapun yang melakukan pelanggaran berat di KPK tidak dapat lagi menduduki posisinya," terang Zaenur.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Ilham Rian Pratama)