News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelaan HAM Seharusnya Jangan Membedakan Latar Belakang dan Kelompok Tertentu

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Personel Pos Satgas Yonif RK 751/VJS yang di pimpin oleh Danpos Kasonaweja Letda Inf Nurkolis beserta 7 personel melaksanakan kerja bakti membersihkan jalan poros sepanjang Kampung Kasonaweja sampai dengan Kampung Burmeso, Distrik Mamberamo Tengah, Kab. Mamberamo Raya, Papua, Jumat (03/09/2021). Kerja bakti yang dilakukan bersama-sama masyarakat kampung tersebut merupakan salah satu wujud nyata kepedulian Satgas Yonif RK 751/VJS kepada lingkungan, seperti akses jalan yang menghubungkan antar kampung agar tetap selalu dapat digunakan. PUSPEN TNI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat universal yang dimiliki oleh setiap manusia.

Lahir di dunia manapun, dengan latar belakang suku bangsa dan status sosial apapun, tetap memiliki hak-hak sebagai manusia yang melekat pada dirinya.

Hal ini kembali diingatkan oleh Ali Kabiay atau biasa disapa Amaz Eso, aktivis asal Papua yang peduli terhadap keadilan HAM.

Ia menyikapi penembakan terhadap empat anggota TNI di Posramil di Kampung Kisor Distrik Aifat Selatan Maybrat, Sorong, Papua, Kamis (2/9/2021).

Eso menegaskan bahwa HAM merupakan milik semua golongan sehingga penyerangan itu merupakan pelanggaran HAM.

Baca juga: Empat Prajurit TNI Gugur di Papua, DPR Minta KKB Ditindak Tegas

Ia mengkritik sepinya suara para pegiat hak asasi manusia (HAM) atas pembantaian kelompok separatis-teroris terhadap aparat keamanan di pos jaga rayon militer di Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Sorong, Papua Barat.

“Lihat, manakala kelompok separatis-teroris Papua (KSTP) membantai empat prajurit TNI dan membuat dua lainnya terluka berat, mana suara para aktivis HAM itu?” tanya Ali Kabiay melalui pernyataan pers, Sabtu (4/9/2021).

"Mereka tak pernah bersuara bila jatuh korban di antara aparat. Mereka ini diskriminatif. Apakah korban-korban anggota TNI dan Polri itu bukan manusia sehingga mereka tak punya HAM, sehingga kalau mereka jadi korban maka tak ada itu pelanggaran HAM?” kata Ali Kabiay.

Menurut Ali, seharusnya dirinya yang lebih awam tidak usah seolah menceramahi para pegiat HAM tersebut.

“Namun mereka menutup mata bahwa setiap manusia diciptakan sama derajatnya dengan manusia lainnya, sehingga sikap mereka pun menjadi tidak netral lagi, pilih kasih dan cenderung berpihak. Coba misalnya yang jadi korban adalah para pelaku KSTP, suara mereka bergaung bersahut-sahutan, saling menguatkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM,” kata dia.

Ali Kabiay mengatakan, apa yang dilakukan para pegiat HAM itu membuat seolah-olah HAM tidak universal. Padahal, kata Ali, HAM adalah hak universal yang dimiliki oleh setiap manusia yang lahir di dunia, siapa pun dia, darimana asalnya, serta suku bangsa apa pun. “HAM itu milik semua golongan manusia,” kata dia.

Tetapi selama ini dirinya melihat, mengikuti, dan memirsa media massa, setiap kali ada kejadian pembantaian terhadap masyarakat sipil yang berasal dari luar Papua atau aparat keamanan, baik itu TNI maupun Polri, para penggiat HAM baik yang beraktivitas di Papua, atau di kota-kota lain, terkesan diam, tidak mau bersuara untuk membela korban pelanggaran itu.

“Sementara jika ada aksi–aksi demonstrasi oleh kelompok masyarakat di Papua untuk menyuarakan agenda–agenda separatisme di Papua, meski tak punya izin dan mengganggu, tetap saja berlangsung.

Bila ada keributan dan mereka lecet, langsung saja para pegiat HAM itu berkoar hingga berita sumbangnya sampai ke Amerika dan Inggris,” kata Ali.

Sebagaimana diberitakan, Kamis (2/92021) lalu 50-an anggota KSTP menyerang Posramil Kisor, Papua Barat.

Empat orang personel TNI gugur, dua orang masih dalam perawatan karena luka-luka berat.

Para korban terlihat mengalami berbagai penyiksaan sebelum meninggal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini