TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Asia, Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Abdul Kadir Jailani mengatakan misi evakuasi WNI dari Afghanistan merupakan salah satu misi kemanusiaan yang paling rumit yang pernah dilakukan pemerintah Indonesia.
Proses evakuasi WNI dari Afghanistan, selain dihadapkan dengan resiko keamanan di Afghanistan, juga dihadapkan pada persoalan teknis evakuasi yang rumit.
“Tim kita bekerja siang dan malam tanpa henti untuk mengelola misi ini secara hati-hati, karena tingginya tingkat ketidakpastian terutama yang berkaitan dengan izin landing,” kata Abdul Kadir di dialog yang diselenggarakan CDCC yang mengangkat isu Taliban dan Rekonsiliasi di Afghanistan pada hari Jumat (3/9/2021).
Abdul Kadir bercerita Bandara Kabul saat itu dikuasai NATO dan Turki.
Sebagaimana diketahui, dalam proses evakuasi WNI, Indonesia menggunakan pesawat militer karena semua penerbangan sipil di Afghanistan di tutup.
Bahkan saat itu izin mendarat pesawat militer Indonesia secara mendadak sempat dibatalkan, tanpa diketahui alasannya dengan jelas.
“Landing permit dibatalkan beberapa saat sebelum pesawat TNI AU berangkat ke Kabul,” kata Abdul Kadir.
Baca juga: Taliban Klaim Sukses Taklukkan Pejuang Panjshir dan Kuasai Seluruh Afghanistan
Saat itu pemerintah tidak punya pilihan lain selain mengandalkan mesin diplomasi.
Mengetahui izin mendarat pesawat penjemput WNI dibatalkan, Menlu Retno Marsudi segera melakukan komunikasi dengan beberapa Menteri dari beberapa negara, terutama Turki untuk memperoleh kembali landing permit yang sempat dibatalkan.
Setelah menunggu hampir semalam di Islamabad, akhirnya pesawat militer Indonesia kembali memperoleh landing permit.
“Semua kendala tersebut syukur Alhamdulillah dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu,” ujarnya.
Masalah tidak hanya terkait izin mendarat, tapi pemerintah juga harus memastikan semua WNI dapat naik pesawat secara tepat waktu.
Kondisi keamanan bandara Kabul saat itu chaos. Untuk memasuki area penerbangan, semua WNI dan staf KBRI harus memiliki security clear dari NATO.
Sebagaimana diketahui, ibukota Kabul saat ini sudah dikuasai Taliban.
Sehingga, dalam proses evakuasi pemerintah Indonesia juga melakukan komunikasi dengan Taliban.
“Sebagai informasi, bahwa menjelang beberapa hari, tepatnya pada 13 Agustus 2021, saya melakukan komunikasi dengan pihak Taliban,” kata Abdul Kadir.
Saat itu, pemerintah meminta jaminan keamanan dari Taliban terhadap keberadaan misi diplomatik Indonesia.
Permintaan tersebut langsung dipenuhi secara positif dengan pihak Taliban, sehingga sejak itu Taliban memberikan pengawalan pada KBRI.
“Jadi KBRI kita dijaga dengan baik oleh Taliban,” katanya.
Saat pemerintah memutuskan untuk mengevakuasi semua WNI, Abdul Kadir bercerita kalau Taliban memberikan kawalan bagi WNI dari KBRI menuju bandara Kabul.
Perjalanan berlangsung mengkhawatirkan karena memakan waktu hingga 5 jam untuk mengantar WNI ke bandara Kabul.
Baca juga: Tolak Taliban dan Lakukan Perlawanan, Pejuang Perlawanan Panjshir Dipimpin Putra Tokoh Afghanistan
“Suatu perjalanan yang sangat mengkhawatirkan. Perjalanan yang seharusnya hanya berlangsung selama 25 menit menjadi 5 jam, karena kondisi kota Kabul saat itu. Meskipun saat itu waktunya dini hari,” ujarnya.
Namun ia bersyukur kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi, sehingga pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi 26 WNI, 5 WN Filipina, dan 2 WN Afghanistan dan tiba di Jakarta pada 21 Agustus dini hari.
Pemerintah secara khusus menyampaikan penghargaan atas bantuan berbagai negara asing seperti Pakistan Turki dan Amerika Serikat dan NATO.
“Sekali lagi syukur Alhamdulillah tantangan bisa kita atasi sehingga kita bisa mengevakuasi 26 WNI, dan beberapa WNA. Semua terwujud karena kita menggunakan instrumen diplomasi kita secara efektif,” ujarnya.