TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jumeri menyebut, bahwa angka buta aksara mengalamai penurunan.
Dimana, pada tahun 2019, angka buta aksara di Indonesia mencapai 3.081.136 jiwa atau 1,78 persen.
Angka itu menurun pada tahun 2020 menjadi 2.961.060 jiwa atau 1,71 persen.
Meski begitu, Jumeri turut menyoroti 10 Provinisi yang tingkat buta aksarannya sangat tinggi.
Mulai dari Jawa Timur, Papua, Jawa Tengah, NTB hingga Sulawesi Barat.
Maka, pihaknya menyiapkan sejumlah strategi yang bisa ditempuh dalam memetigasi, serta mengurangi beban buta huruf yang masih ada di Indonesia.
Kata Jumeri, langkah pertama yang harus dilakukan yakni memiliki data valit soal jumlah buta aksara. Tentunya, hal itu akan membantu dalam menentukan sasaran.
Baca juga: Hampir 3 Juta Masyarakat Masih Buta Aksara, Jatim Tertinggi Disusul Papua dan Jateng
Hal itu disampaikan Jumeri dalam Taklimat Media memperingati Hari Aksara Internasional ke-56 melalui virtual, Sabtu (4/9/2021).
"Nah kita memutahirkan data buta aksara ini lewat berbagai platform, salah satunya dengan Biro Pusat Statistik dari hasil Sensus, Survei dan sebagainya. Tentu akan punya data yang akurat tentang buta huruf di negeri kita," kata Jumeri.
Kemudian, Jumeri menjelaskan, soal program pengembang pembelajaran yang inovatif. Sehingga, sekarang ada pralform digital, platform internet yang bisa digunakan untuk memperluas jaringan menghapus atau mengurangi buta aksara.
"Jadi banyak iktiar-iktiar yang kita lakukan strategi-strategi yang bisa kita lakukan untuk bisa menurunkan buta aksaran ini. Jadi kita harus punya strategi yang lebih inovatif untuk berbiaya murah, tapi punya jangkauan yang jauh lebih luas," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Jumeri, ada strategi penuntasan. Dimana, akan berfokus pada wilayah-wilayah atau daerah-daerah ya g angka buta aksaranya relatif tinggi dibandingkan daerah lain.
"Ya memang daerah lain tetap kita sentuh, tetapi fokus pengembangan lebih masif, lebih spesifik ada pada daerah-daerah yang relatif tinggi angka buta aksaranya. Papua, Sulbar, Kalbar dan lainnya," jelasnya.
Lebih lanjut, Jumeri menyadari betul bahwa pemberantasan buta aksara di Tanah Air tak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri.
Ia mengatakan bahwa keterlibatan banyak pihak termasuk kementerian/lembaga, pemerintah desa, pemerhati literasi serta masyarakat yang lebih luas.
Jumeri juga mengatakan, bahwa keterlibatan RT/RW di jenjang kelompok lingkungan tempat tinggal juga punya pengaruh dalam menhentaskan buta aksara. Misalnya, melibatkan kelompok Dasawisma serta PPK.
"Jadi buta huruf ini bagian Hak Asasi yang harus dimiliki oleh warga negara kita, agar mereka punya hak hidup, hak mendapatkan informasi dan hak menata hidupnya untuk bisa punya kehidupan yang lebih baik lagi dari keadaan hari ini. Jika mereka punya kemampuan litersi yang baik," jelasnya.