TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Keadilan Agraria-Setara Institute mendesak Menteri BUMN Erick Thohir turun tangan menyelesaikan persoalan lahan perkebunan yang melibatkan PTPN V dengan 997 petani terhimpun dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) Kampar, Riau.
"Menteri BUMN Erick Thohir wajib bertindak dan memerintahkan PTPN V untuk menghentikan cara-cara bisnis BUMN yang bertentangan dengan semangat Menteri BUMN membangun BUMN yang bersih," kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi dalam keterangan persnya, Senin (7/9/2021).
Menurut Hendardi persoalan tanah seperti itu bertentangan dengan semangat Presiden RI Joko Widodo yang ingin menggalakkan reforma agraria agar petani memiliki akses tanah untuk penghidupan.
Baca juga: Erick Thohir Bakal Wajibkan Seluruh Pejabat BUMN Laporkan Hartanya ke KPK
Tim Advokasi Setara Institute bersama perwakilan 997 petani Kopsa M telah melaporkan atas dugaan penyerobotan tanah kepada Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri dan laporan dugaan tindak pidana korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hendardi mengatakan upaya 997 petani dalam memperjuangkan haknya meminta pertanggungjawaban PTPN V dalam pembangunan kebun gagal dan beralihnya kepemilikan lahan petani, telah meningkatkan ancaman terhadap para pengurus Komsa M, pekerja kebun, dan petani.
"Setara Institute mengapresiasi langkah Polri yang cepat merespons pelaporan petani," katanya.
Dalam perkara ini, Setara Institute mengingatkan kepada berbagai pihak untuk bersikap profesional dan netral.
Alasannya karena apa yang terjadi saat ini yakni antara PTPN V dan Kopsa M adalah hubungan keperdataan antara anak angkat (Kopsa M) yang tidak dikehendaki karena kritis memperjuangkan hak dari bapak angkat (PTPN V) yang tidak bertanggung jawab dalam tata kelola kemitraan Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).
Baca juga: Moeldoko: Penyelesaian Reforma Agraria Butuh Keselarasan Kebijakan Pusat-Daerah
"Menteri BUMN semestinya tidak hanya menghentikan cara-cara purba PTPN V tetapi lebih dari itu dengan mendukung upaya 997 petani yang sedang memperjuangkan haknya yang dirampas lebih dari 10 tahun," kata Hendardi.
Menurut Hendardi, Menteri BUMN bisa menjadikan langkah petani ini sebagai momentum dan entry point reformasi tata kelola BUMN di sektor perkebunan yang selama ini sering kali menjadi beban APBN dibanding menjadi sektor yang kontributif bagi peningkatan pendapatan negara.