TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya pelaku kekerasan seksual di layar kaca (televisi) akan membangkitkan kembali trauma korban.
Media diminta arif terhadap perlindungan anak.
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra merespon Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memperbolehkan eks narapidana pelecehan seksual pada anak di bawah umur, SJ, untuk memberikan edukasi tentang kejahatan seksual di televisi.
"Ketika memutuskan SJ menjadi edukator, tentunya akan berhadapan dengan masyarakat pemerhati, masyarakat peduli, para korban, keluarga korban, yang tidak mudah diterima masyarakat tentunya," ujar Jasra dalam keterangannya, Sabtu (11/9/2021).
Munculnya SJ di layar kaca dikhawatirkan akan membangkitkan trauma korban.
Menurut Jasra, keluarga korban membutuhkan keberpihakan dari pelbagai pihak dan masyarakat.
Baca juga: Dua Stasiun Televisi yang Menghadirkan Saipul Jamil Terancam Sanksi dari KPI
"Di antara yang paling penting menghindari trauma korban. Ini yang harusnya menjadi pertimbangan yang di kedepankan semua pihak," ucapnya.
Anak-anak membutuhkan informasi yang layak yang dapat mendukung tumbuh kembang dan kesejahteraannya, sehingga terhindar dari perlakuan salah.
"Jangan sampai ada anggapan peristiwa pedofilia menjadi peristiwa biasa, bukan kejahatan yang harus menjadi perhatian semua pihak," imbuh Jasra.
Data aduan KPAI sepanjang Januari-Juni 2021 ada 3668 kasus aduan diberbagai kluster pemenuhan dan perlindungan anak.
Disamping kluster keluarga dan pengasuhan alternatif yang paling tinggi pertama sebanyak 1334 kasus, kemudian disusul kluster perlindungan khusus anak terutama anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis serta kekerasan seksual sebanyak 1245 kasus.
Sebelumnya, SJ yang merupakan mantan terpidana kekerasan seksual anak disambut meriah dengan mobil mewah dan pengalungan bunga.
Momen tersebut disorot media. Setelah bebas, SJ diundang ke sejumlah acara televisi.