TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berturut-turut aksi warga bentangkan poster saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kunjungan kerja menuai sorotan.
Pasalnya baik warga maupun mahasiswa tersebut bakal berurusan dengan kepolisian.
Mereka diamankan, poster disita meski pada akhirnya dilepaskan kembali.
Buntut dari aksi jajaran Polri ini tutur disorot oleh DPR RI hingga level aktivis HAM.
Pengacara dan mahasiswa yang bentangkan spanduk turut berkomentar.
Baca juga: Jadwal Jokowi Padat, Gibran Urungkan Niat Ajak Keliling Solo Liat Kinerjanya
DPR akan Minta Penjelasan Kapolri Soal Warga Ditangkap Karena Bentangkan Poster ke Jokowi
Komisi III DPR angkat bicara mengenai penangkapan terhadap sejumlah warga yang membentangkan poster untuk mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir memastikan komisinya bakal menanyakan perihal penangkapan tersebut kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
"Itu kan kita harus tanya dulu kepada pihak kepolisian masalahnya apa. Kan tidak serta merta polisi kan langsung menangkap atau apa. Jadi nanti akan kami tanyakan ke pak Kapolri," kata Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/9/2021).
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa Universitas Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, ditangkap pihak kepolisian karena hendak membentangkan poster saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke universitas tersebut, pada Senin13 September 2021.
Seminggu sebelumnya, seorang pria di Blitar juga diamankan saat Jokowi melakukan kunjungan kerja di Kota Blitar pada 7 Agustus 2021.
Pria tersebut diamankan karena membentangkan poster saat mobil yang membawa Jokowi tengah melintas hendak menuju ke makam Bung Karno.
Poster tersebut bertuliskan "Pak Jokowi Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar."
Namun, polisi tak menahan para warga itu.
Polisi menjelaskan bahwa para warga itu kemudian dipulangkan ke rumah masing-masing.
"Kalau urusan-urusan ini kan pidana ya pidana umum kita harus tanyakan dulu pada yang menyidiknya gitu lah. Apakah ada hal-hal yang dilanggar atau tidak nanti kita akan Komisi III dalam rapat dengar pendapat kita akan tanyakan ke Pak Kapolri terkait hal ini, di Blitar tadi ya," ujar Adies.
Pengakuan Mahasiswa UNS yang Bentangkan Poster saat Kunker Jokowi
Sejumlah mahasiwa nekat membentangkan poster saat kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Kampus UNS Solo, Senin (13/9/2021).
Aksi dilakukan tanpa adanya koordinasi dengan pihak kepolisian, sehingga aparat melakukan langkah pengamanan.
10 Mahasiswa sempat diamankan, dan akhirnya seluruhnya dilepaskan.
Menurut Muhammad Tema selaku mahasiswa yang melakukan aksi, pihaknya hanya ingin mencoba menyampaikan aspirasi secara damai dan santun, tanpa bermaksud menghambat tugas Jokowi.
"Sebelumnya memang kami sudah berkoordinasi dengan pihak rektorat untuk melakukan aksi ini namun tidak diperbolehkan," katanya.
Hal tersebut membuat mahasiswa tidak melakulan koordinasi dengan pihak kepolisian.
Pasalnya, koordinasi yang akan dilakukan dianggap akan ditolak oleh pihak Kepolisian, sama halnya dengan koordinasi yang telah rekan-rekan mahasiswa lakukan kepada pihak rektorat.
"Sehingga kami mengambil langkah sendiri untuk melakukan aksi seperti ini karena menurut kami hal ini perlu untuk disampaikan," ujarnya.
Baca juga: Gibran Berbagi Cerita Moment Pertama Kali Dampingi Jokowi saat Kunker
Terpisah, Paralegal Mahasiswa Haikal Narendra menyayangkan adanya kejadian pengamanan mahasiswa ini.
Sebab terkesan tidak sesuai dengan Pasal 22 ayat (3) No.30 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan berpendapat.
Ditambah, aksi itu tidak diniatkan untuk melakukan tindakan anarkis kepada Presiden.
"Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya senjata tajam ataupun senjata tumpul yang dibawa oleh kawan-kawan mahasiswa," katanya.
"Aksi ini murni untuk menyampakan aspirasi yang dimiliki oleh kawan-kawan mahasiswa," imbuhnya.
Dia menyadari, dalam aksi ini ada beberapa prosedur yang dilewati oleh kawan-kawan mahasiswa.
Sebab, menurut mahasiswa sendiri mereka tidak berkoordinasi dengan pihak kepolisian karena mereka merasa pasti tidak akan diizinkan untuk menggelar aksi ini.
Komentar Aktivis HAM
Aktivis HAM buka suara soal 10 mahasiswa yang diamankan Polisi saat kunjungan Jokowi ke UNS Solo.
Dia menilai tindakan tersebut terlalu reaktif.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menerangkan, penangkapan itu sebagai pendekatan yang salah.
"Salah, padahal Jokowi sendiri memahami bahwa mahasiswa punya peran untuk bersikap ekspresif, kritis dan bersuara di dalam publik," kata dia kepada TribunSolo, Senin (13/9/2021).
Julius menyayangkan, bahwa yang selalu menjadi masalah dalam penanganan ekspresi publik adalah dengan dalih mengganggu ketertiban umum sehingga harus diamankan.
Padahal, selama tidak terjadi kekerasan dan vandalisme atau pengerusakan.
"Kita ambil contoh petani yang juga diamankan kemarin, itu salah alamat," aku dia.
"Itu adalah aspirasi masyarakat di level akar rumput, salah jika menggunakan pendekatan ketertiban umum," jelasnya menekankan.
Baca juga: 10 Mahasiswa UNS yang Bentangkan Poster Sambut Presiden Jokowi Akhirnya Dibebaskan
Terlebih kata dia, Jokowi sendiri yang menyatakan bahwa mahasiswa memang sudah waktunya kritis untuk menyampaikan aspirasi di ruang publik.
Maka, jika penangkapan demi penangkapan dilakukan, maka yang akan terjadi bisa mencoreng nama baik Presiden Jokowi.
"Presiden akan dinilai otoriter, tidak mau menerima demo. Dengan begitu yang rusak adalah nama presiden, itu kan acaranya presiden," jelasnya.
Julius menilai, komando Kapolri diperlukan untuk memberikan instruksi kepada anggotanya agar tidak terulang kejadian serupa di titik-titik kunjungan presiden selanjutnya.
Penyampaian aspirasi dari masyarakat di level bawah, selama tidak ada tindak kekerasan dan vandalisme, kata dia tidak perlu ada tindakan yang represif dari aparat.
"Ketakutan publik nantinya yang akan tercipta. Nanti masyarakat tidak mau lagi menyampaikan aspirasi karena takut ditangkap," terang dia.
"Padahal kesempatan kunjungan itulah yang seharusnya dimanfaatkan betul karena bisa mendengar aspirasi masyarakat di level paling bawah," jelasnya.
Sempat Ditangkap Polisi
Polisi akhirnya membebaskan 10 mahasiswa UNS yang sempat diamankan karena membentangkan poster saat Presiden Jokowi ke kampus.
Kapolresta Solo Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak memastikan seluruh mahasiswa yang sempat diamankan sudah dibebaskan.
"Tadi siang menjelang sore, 10 mahasiswa tersebut sudah dihantar petugas ke UNS," ungkapnya kepada TribunSolo.com, Senin (13/9/2021).
Ade menjelaskan, aturan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh Undang-undang (UU).
Meski demikian, Ade menekankan tata cara yang harus dipatuhi dalam penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana regulasi yang berlaku.
Yakni memberitahukan kepada polisi terkait agenda dan materi yang harus diinformasikan atau diberitahukan tersebut.
"Jadi tata cara penyampaian pendapat di muka umum tidak boleh diabaikan, kita beri pemahaman dan pengertian," tuturnya.
Dia menekankan, aruran lain yakni larangan berkerumun di tengah pandemi Covid-19 karena berpotensi menimbulkan kerumunan.
"Kita bersepakat penanganan dan pengendalian Covid-19 ini harus menjadi konsen perhatian kita bersama," aku dia.
"Semua elemen agar bisa tertangani dan dikendalikan dengan baik. Jika masyarakat sehat, ekonomi akan kuat dan pulih kembali dengan cepat," ujarnya.
Pengamanan Terhadap 10 Mahasiswa UNS Karena Tidak Koordinasi dengan Pihak Keamanan
Sebanyak 10 mahasiswa UNS diamankan aparat kepolisian saat ingin menyampaikan aspirasi mereka kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Penyampaian aspirasi dilakukan saat rombongan Presiden tiba di kampus UNS Solo, untuk menghadiri pertemuan majelis rektor perguruan tinggi negeri se-Indonesia, Senin (13/9/2021).
Satu mahasiswa membentangkan poster di Halte BST UNS.
Sementara sembilan mahasiswa lainnya juga diamankan karena kedapatan membawa poster.
Menurut kuasa hukum mahasiswa, I Made Ridho, pengamanan terhadap mahasiswa dilakukan karena aksi tersebut tanpa melakukan koordinasi dengan pihak keamanan.
"Dari keterangan pihak kepolisian yang menangani kasus ini, pengamanan itu dilakukan karena tidak adanya koordinasi kepada pihak kepolisian, sehingga aparat hanya mengantisipasi adanya kejadian yang tidak diinginkan," katanya, Selasa (14/9/2021).
Meski penyampaian pendapat sudah diatur dan dilindungi dalam UUD, namun aksi tersebut tergolong ilegal.
"Pemeriksaan oleh aparat kepolisian dijalani sesuai prosedur dan tanpa menggunakan kekerasan," ujarnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunSolo.com)