News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

Keterbukaan Informasi Soal TWK KPK Dipertanyakan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pegawai nonaktif KPK menempuh gugatan keterbukaan informasi TWK KPK kepada Komisi Informasi Pusat (KIP).

“Perbuatan Pimpinan yang melawan hukum, sewenang-wenang, ilegal dan tidak patut sebagaimana dikatakan oleh Komnas HAM untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK tertentu tersebut kami lawan, karena menghabisi harapan pemberantasan korupsi. Jadi ini bukan semata masalah pekerjaan saja,” tegas Novel.

Berbeda dengan apa yang digugat pegawai non aktif, Pakar Hukum Universitas Al-azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad justru menekankan bahwa keputusan final bukan berada di tubuh pimpinan KPK, melainkan berada di tangan pemerintah.

Dalam hal ini adalah Presiden Jokowi.

Argumen Suparji didasarkan pada berkas putusan putusan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diajukan oleh pegawai KPK beberapa waktu lalu.

Menurut putusan MA, gugatan terhadap Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar TWK tidak tepat. Sebab, hasil asesmen TWK itu bukan kewenangan KPK, melainkan pemerintah.

“Putusan Mahkamah Agung (MA), hasil asesmen TWK bagi pegawai KPK menjadi kewenangan pemerintah. Selama pemerintah, dalam hal ini presiden Jokowi, tidak melakukan keputusan apapun, sebaiknya pimpinan lembaga antirasuah juga melakukan hal yang sama,” ujarnya, Rabu (15/9/2021).

Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto meminta Presiden Jokowi segera mengambil sikap terkait nasib pegawai KPK non aktif.

"Presiden Jokowi punya kesempatan untuk menunjukkan komitmennya pada aspirasi publik dan menentukan sikap yang jelas bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Sigit, saat dikonfirmasi melalui keterangan tertulis, Rabu (15/9/2021).

Argumen Sigit didasarkan pada temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM yang masing-masing menemukan malaadministrasi dan pelanggaran HAM.

Meskipun, temuan kedua lembaga tersebut sudah tertolak di hadapan MK.

Namun, menurut Sigit argumen masing-masing lembaga tersebut menunjukkan triangulasi terhadap alih status pegawai KPK melalui asesmen TWK tidak relevan, tidak kredibel, dan tidak adil.

"Dengan demikian, saat ini tersisa dua argumen untuk membela nasib pegawai non aktif KPK. Pertama, uji materi keterbukaan informasi publik KPK, dan kedua sikap Presiden Jokowi terhadap keputusan final nasib pegawai non-aktif. Mana yang akan berhasil? Kita tunggu tangan Tuhan bekerja," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini