TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mendukung pemecatan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak memenuhi syarat (TMS) asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021.
Menurut Fahri, pemecatan tersebut adalah ujung dari perjalanan panjang untuk melakukan konsolidasi kelembagaan.
Hal tersebut disampaikan Fahri melalui akun Twitter pribadinya, @Fahrihamzah pada Rabu (15/9/2021) kemarin.
"Ini adalah ujung dari perjalanan panjang untuk melakukan konsolidasi kelembagaan," kata Fahri, dikutip Tribunnews.com, Kamis (16/9/2021).
Fahri pun menyebut aksi pemecatan kepada 57 pegawai KPK itu bukan sebagai pelemahan dalam memberantas korupsi.
Ia menyampaikan agar publik tidak perlu meragukan kinerja KPK meski beberapa pegawainya tak lagi bekerja di sana.
"Jangan percaya bahwa ini pelemahan atau niat jahat menghambat pemberantasan korupsi, tidak!.
Jangan pernah meragukan @KPK_RI hanya karena orang2 tertentu tak lagi di sana. #MajuTerusKPK," tulis Fahri.
56 Pegawai Tak Lolos KPK Nyatakan Perlawanan
Diberitakan Tribunnews.com, 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat menyatakan akan melakukan perlawanan secara hukum.
Sebab menurut mereka, pemecatan ini adalah upaya untuk melemahkan pemberantasan korupsi.
"Oleh karena itu, walaupun sampai sekarang kami belum mendapatkan SK (Surat Keputusan) pemberhentian, tapi setelah nanti mendapatkan kami akan melakukan perlawanan hukum," kata perwakilan 56 pegawai, Yudi Purnomo Harahap, dalam keterangan video, Kamis (16/9/2021).
Ketua Wadah Pegawai KPK itu berpendapat upaya melemahkan pemberantasan korupsi tak boleh dibiarkan.
Pasalnya, 56 orang yang dipecat merupakan para pejuang antikorupsi, seperti penyidik, penyelidik, dan pegawai lainnya yang sudah belasan tahun memberantas korupsi.
Baca juga: Tata Diminta Atasannya Ambil Surat ke Kantor: Baca Ini Rasanya Nyesek Banget, Patah Hati Sama KPK
Pemecatan pun, lanjut Yudi, bertentangan dengan apa yang sudah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Namun pada kenyataannya malah diberhentikan dengan alasan TWK (Tes Wawasan Kebangsaan), padahal arahan presiden pada Mei yang lalu sudah jelas bahwa 75 orang pegawai KPK ini tidak boleh diberhentikan," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Yudi, sebenarnya yang bisa menghentikan pemecatan ini hanyalah Presiden Jokowi selaku kepala pemerintahan maupun selaku pembina kepegawaian tertinggi di Indonesia.
56 pegawai KPK berharap Presiden Jokowi mengeluarkan keputusan bijak demi upaya untuk menyelamatkan pemberantasan korupsi.
"Bahwa pemberantasan korupsi harus tetap berlanjut, harus tetap berjalan, apapun yang terjadi demi menyelamatkan uang rakyat yang telah dikorupsi," katanya.
KPK Resmi Pecat 56 Pegawai yang Tak Lolos TWK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memecat 56 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021 mendatang.
Adapun, rencana pemecatan tersebut lebih cepat satu bulan dari batas maksimal pemecatan pegawai pada 1 November 2021.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait keputusan tersebut.
Nurul juga menyingung keputusan tersebut tidak melanggar hukum karena mengacu pada Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26 Tahun 2021 yang menyatakan proses TWK tidak diskriminatif dan konstitusional.
Sekaligus, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Alih Pegawai KPK menjadi ASN, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 34 Tahun 2021.
"Kami ingin memberikan keputusan berdasarkan hukum yang kuat, permasalahan ini diajukan kepada lembaga-lembaga negara khususnya yang memiliki kompetensi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA)."
"MK pada 31 Agustus 2021 sudah memutuskan, lalu MA pada 9 September 2021 sudah memutuskan dan kami sudah tindaklanjuti dengan rapat koordinasi dengan pemerintah dalam hal ini kementerian yang memiliki tugas dan fungsi untuk formasi PNS yaitu KemenPAN-RB, sementara teknis kepegawaian dengan BKN."
"Karena itu pada 13 September menindaklanjuti keputusan MA, maka kami keluarkan SK sebagaimana hasil akhir dari kordinasi. Jadi ini bukan percepatan, tapi dalam durasi yang dimandatkan oleh Undang-Undang," jelas Nurul, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Rabu (15/9/2021).
Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri menambahkan, tidak ada istilah percepatan atau perlambatan.
Sebab, ia mengklaim semua keputusan yang dibuat sudah sesuai dengan Undang-Undang.
Baca juga: Daftar Nama 57 Pegawai KPK yang Akan Diberhentikan pada 30 September 2021
"Kita tunduk pada Undang-Undang, jadi tidak ada istilah percepatan atau perlambatan, sesuai keputusan saja," tambah Firli.
Ia menyampaikan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, pemecatan boleh dilakukan sebelum batas maksimal proses alih status rampung.
Sehingga, pihaknya akan menindaklanjuti asesmen TWK yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"KPK akan melanjutkan proses peralihan pegawai KPK jadi ASN. Karena masih ada hal-hal yang harus ditindaklanjuti sebagaimana mandat UU dan PP turunannya," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)