TRIBUNNEWS.COM - Spekulasi mulai bermunculan seiring kabar pemecatan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak memenuhi syarat (TMS) asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021 mendatang, mencuat ke publik.
Satu di antara spekulasi yang muncul, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta ikut turun tangan membatalkan pemecatan tersebut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai Presiden Jokowi perlu mengadakan pertemuan dengan Ombudsman dan Komnas HAM terkait persoalan ini.
Sebab, Kurnia menyebut pimpinan KPK sengaja tidak mempertimbangkan temuan Ombudsman dan Komnas HAM yang telah menguraikan secara rinci bahwa penyelenggaraan TWK maladministrasi dan melanggar hak asasi manusia.
ICW khawatir ada kelompok tertentu yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada presiden terkait isu KPK jika pertemuan tersebut tidak dilakukan.
Namun, apabila presiden tetap menganggap polemik ini semata urusan administrasi kepegawaian dan mengembalikan sepenuhnya kewenangan kepada KPK, maka ada sejumlah konsekuensi serius.
Pertama, sebut Kurnia, presiden tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri.
Sebab, pada pertengahan Mei 2021 lalu, sambungnya, presiden mengatakan TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK.
Baca juga: Ketika Pegawai KPK Mulai Angkat Kardus Karena Sudah Dipecat
Baca juga: Dukungan atas Keputusan KPK Berhentikan 57 Pegawai yang Tak Lulus TWK
Kedua, Kurnia menyebut presiden tidak memahami permasalahan utama di balik pelaksanaan TWK KPK.
"Penting untuk dicermati oleh presiden, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan."
"Padahal, di balik Tes Wawasan Kebangsaan ada siasat yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas di KPK," kata Kurnia, dikutip dari Tribunnews.com.
Ketiga, presiden tidak berkontribusi untuk agenda penguatan KPK.
Berdasarkan regulasi, menurut Kurnia, presiden bisa mengambil kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah.
Keempat, presiden dinilai abai dalam isu pemberantasan korupsi.