TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Presiden RI Joko Widodo (tergugat I) hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tergugat V) melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, yaitu polusi udara di wilayah DKI Jakarta.
Bukan hanya Jokowi dan Anies, hakim juga memutus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (tergugat II), Menteri Dalam Negeri (tergugat III), dan Menteri Kesehatan (tergugat IV) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Hakim menyatakan Para Tergugat dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan dari segala peraturan perundang-undangan terkait.
Hakim menilai para tergugat telah lalai dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat di wilayah DKI Jakarta.
"Mengadili, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian. Menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III, tergugat IV, dan tergugat V telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri membacakan amar putusan terkait gugatan mengenai polusi udara yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/9/2021).
Atas vonis itu majelis hakim kemudian menghukum Presiden untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Majelis hakim juga menghukum Presiden untuk menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur perihal pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi.
Majelis hakim juga menghukum Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Sementara Menteri Dalam Negeri diminta hakim untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja Gubernur DKI Jakarta dalam pengendalian pencemaran udara.
"Menghukum tergugat IV (Menteri Kesehatan) untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat V dalam penyusunan strategi dan pengendalian pencemaran udara," kata hakim.
Teruntuk Anies, majelis hakim menghukum yang bersangkutan untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang mengenai ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Baca juga: Pemerintah Tunggu Kajian KLHK Sikapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Soal Polusi Udara
Kemudian, Anies diminta menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan perundangan-undangan di bidang pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Hakim juga menghukum Anies agar menyebarkan evaluasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat. "Menetapkan baku mutu ambien daerah untuk Provinsi DKI yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," lanjut hakim.
Atas putusan ini, kuasa hukum Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) selaku pihak penggugat polusi udara, Ayu Ezra Tiara berharap pemerintah tak mengajukan upaya hukum lanjutan atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebab ia khawatir jika pemerintah melakukan banding bahkan Peninjauan Kembali (PK), dikhawatirkan pemenuhan hak masyarakat atas udara bersih dan sehat akan makin lama terpenuhi.
"Ini kan tingkat pengadilan negeri, kita berharap para tergugat dan turut tergugat tidak mengajukan banding. Karena tingkat pengadilan aja kita memakan 2 tahun," kata Ayu ditemui usai sidang pembacaan putusan di PN Jakpus, Kamis (16/9/2021).
"Nanti kalau banding bahkan peninjauan kembali (PK) yang biasa dilakukan para pihak yang kalah, itu pasti akan memperlambat proses pemenuhan hak udara bersih dan sehat," terangnya.
Pihak penggugat kata Ayu, berharap putusan pengadilan tingkat pertama ini bisa jadi pegangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk sama-sama mengatasi pencemaran udara di Jakarta.
"Dengan adanya putusan yang sudah jelas ini kita berharap yuk sama-sama fokus mengatasi pencemaran udara," ucap dia.
Gugatan warga negara terhadap polusi udara Jakarta didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019.
Gugatan ini diajukan oleh 30 orang, di antaranya Melanie Subono, Elisa Sutanudjaja, Asfinawati, dll.
Baca juga: Gugatan Polusi Udara Dikabulkan Setelah Jalan 2 Tahun, Penggugat: Murni Karena Hakim Hati-hati
Dalam gugatannya, mereka menilai tujuh pejabat negara tidak menanggapi dan membahas tuntutan 32 warga negara yang telah mengirimkan notifikasi sejak 5 Desember 2018 silam.
Pejabat dimaksud yakni Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten (turut tergugat I), dan Gubernur Jawa Barat (turut tergugat II).
Berdasarkan catatan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), sepanjang persidangan terdapat proses mediasi antara tim kuasa hukum 32 warga dengan kuasa hukum masing-masing tergugat.
Terjadi lima kali pertemuan mediasi di dalam persidangan, dan dua kali pertemuan mediasi di luar persidangan, hanya dengan perwakilan dari tergugat 5 yakni Gubernur DKI Jakarta.
Dalam pertemuan kelima mediasi pada 12 Desember 2019, hakim mediator menyatakan bahwa para pihak tidak menemukan kesepakatan dan persidangan dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan.(tribun network/dng/dod)