News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kapal Perang China Mondar-mandir di Perairan Natuna, Nelayan Ketakutan Cari Ikan di Laut

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapal patroli China

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Kapal perang China yang lalu lalang di Perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, ternyata bukan isapan jempol belaka.

Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, menunjukkan sejumlah video yang diambil oleh nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur.

Dalam video yang diperlihatkannya itu, terlihat ada enam kapal perang asal China yang berada di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Karena keberadaan kapal perang negara asing yang tengah mondar-mandir itu, sejumlah nelayan di Kepulauan Riau merasa ketakutan.

Peristiwa itu diketahui terjadi di Laut Natuna Utara pada Senin, 13 September 2021.

Adapun kapal yang terlihat paling jelas adalah destroyer Kunming-172.

”Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang," kata Hendri saat dihubungi, Rabu (15/9/2021), dikutip dari Kompas.id.

"Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan."

Baca juga: Kapal China Masuk Perairan Natuna, Pemerintah Diminta Bersikap Tegas

Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan Komando Armada I TNI Angkatan Laut Letnan Kolonel Laode Muhammad mengatakan pihaknya belum mendapat laporan mengenai kehadiran enam kapal China yang dilihat nelayan di Laut Natuna Utara itu.

Namun apabila ada kapal China yang mondar-mandir di ZEE Indonesia, biasanya kapal TNI AL akan membayanginya sembari melakukan komunikasi dengan mereka.

Laode mengatakan, ada empat kapal TNI AL yang bersiaga di Natuna. Itu antara lain KRI Diponegoro-365, KRI Silas Papare-386, KRI Teuku Umar-385, dan KRI Bontang-907.

”Yang jelas, kapal kami selalu ada di sana sehingga kalau ada kapal China yang masuk (teritorial RI), kami pasti membayangi,” ujar Laode.

Pemerintah Diminta Tegas

Sementara itu, Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menemukan banyak kapal berbendera China berada di perairan Natuna Utara dan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal milik Kementerian ESDM.

Sekertaris Utama Bakamla RI, Laksda S. Iriawan memaparkan hal itu dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI, Senin (13/9/2021) lalu.

Laksda Iriawan meminta bantuan kepada DPR untuk mencari jalan keluar atas persoalan tersebut.

Menanggapi kondisi ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mendesak pemerintah segera mengambil tindakan tegas, mengingat kejadian tersebut bukan kali pertama terjadi, melainkan sudah berulang.

"Ini jelas bentuk pengingkaran atas kedaulatan Indonesia karena bukan kali pertama China mengobok-obok wilayah kita," kata peneliti CENTRIS, AB Solissa dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).

"Pemerintah harus segera melakukan tindakan tegas, misalnya membekukan kerjasama bilateral dengan mereka sampai masalah ini selesai," lanjut AB Solissa.

Pemerintah juga diminta tak hanya sebatas meminta klarifikasi Duta Besar China untuk Indonesia atas persoalan yang terjadi di Natuna.

Melainkan semestinya memberi tekanan kepada otoritas Tiongkok agar mereka menyetop aktivitas ilegal di wilayah kedaulatan Indonesia.

Tekanan yang bisa dilakukan Indonesia antara lain membekukan kerjasama sementara, seperti menyetop proyek strategis negeri tirai bambu di Indonesia. Tujuannya untuk menunjukkan ketegasan Indonesia terhadap negara yang tak menghargai kedaulatan NKRI.

"Kemarin tagar #ProyekJebakanChina bertengger nomor satu di Twitter, ini alarm yang ditujukan publik kepada pemerintah agar hati-hati dengan proyek yang ditawarkan China."

"Urusan proyek jangan sampai melemahkan sikap, posisi apalagi kedaulatan bangsa ini dimata dunia," tegas dia.

"Siagakan kapal perang di sekitar lokasi objek vital negara seperti di areal pertambangan Kementerian ESDM," sambungnya.

Kritik Politisi PKS

Pemerintah Indonesia seharusnya bersikap secara tegas terhadap pelanggaran kedaulatan oleh Kapal China yang masuk ke perairan Natuna.

Pemerintah jangan diam karena hal tersebut akan membuat wibawa negara tidak dipandang oleh negara lain.

Demikian tanggapan Anggota Komisi VII DPR RI dari PKS Mulyanto terhadap insiden masuknya kapal China ke perairan Natuna.

Mulyanto mendesak pemerintah khususnya Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan tidak diam menghadapi kasus pelanggaran kedaulatan oleh China.

Menurutnya peristiwa itu adalah pelanggaran serius yang harus segera disikapi.

Sebab selain melanggar kedaulan negara, masuknya kapal-kapal China itu sudah mengganggu kegiatan penambangan migas di sana.

"Ini bahkan sudah bukan provokasi lagi, tetapi melanggar kedaulatan negara dan mengganggu kepentingan nasional (national interest). Jadi Pemerintah melalui Menteri Pertahanan dan Menko Marves harus bersikap," kata Mulyanto kepada wartawan, Kamis (16/9/2021).

Mulyanto mempertanyakan peran Menhan Prabowo dan Menko Marves Luhut selama ini terhadap pelanggaran yang terjadi.

Sebagai Menhan harusnya Prabowo bersuara atas pelanggaran tersebut. Jangan malah memuji kehebatan militer negeri tirai bambu.

Begitu pula Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan, yang dikenal dekat dengan Pemerintah China, harusnya segera membicarakan masalah ini secara resmi.

Baca juga: China Terus Ganggu Aktivitas di Natuna, Pemerintah RI Diminta Ambil Tindakan Tegas

Bukan malah membiarkan sambil memberikan berbagai kemudahan datangnya ribuan tenaga kerja asing dari China.

"Miris kita kalau Menhan dan Menko Marves diam saja. Sebab mereka berdua yang berwenang menentukan sikap resmi atas pelanggaran ini," ujar Mulyanto.

Mulyanto menambahkan bagi bangsa Indonesia posisi perairan Natuna sangat strategis. Di sana sedang dilakukan eksplorasi dan eksploitasi migas dalam rangka mengejar target 1 juta barel minyak per hari (bph) di tahun 2030.

Jadi pemerintah seharusnya bisa memberi jaminan keamanan terhadap proses eksplorasi dan eksploitasi itu.

"Kalau tidak maka target 1 juta bph hanya angan-angan belaka. Jadi sudah sepantasnya Pemerintah bertindak tegas mengusir kapal-kapal asing dari perairan kita. Apalagi ini sudah sampai mengganggu upaya penambangan migas kita. Kita tidak boleh diam," ucap Mulyanto.

Penjelasan Bakamla

Untuk diketahui Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan kapal-kapal China di perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal-kapal Indonesia.

Bahkan ratusan hingga ribuan kapal China juga memasuki perairan Indonesia tanpa terdeteksi radar.

Kapal coast guard China dikabarkan mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah Kementerian ESDM.

"Pemerintah harus mendukung kerja pengawasan Bakamla ini. Jangan sampai keterbatasan kemampuan operasional yang ada membuat kita membiarkan berbagai gangguan dari kapal-kapal asing terhadap kedaulatan negara yang bahkan mengancam kepentingan nasional kita," kata Mulyanto.

Blok Tuna merupakan wilayah Kerja migas di lepas pantai Indonesia. Blok ini terletak di Laut Natuna di dekat perbatasan Vietnam, dengan kedalaman air sekitar 110 meter.

Secara signifikan, pengeboran ini didanai oleh Zarubezhneft yang didukung Rusia.

Pengeboran sumur eksplorasi Singa Laut-2 di blok Tuna dilaksanakan oleh Premier Oil Tuna B.V. Tahun 2020 lalu, perusahaan ini telah mendapatkan partner baru yakni Zarubezhneft.

Zarubezhneft adalah perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50 persen hak partisipasinya melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd. Akuisisi ini membuat Premier Oil berganti menjadi Harbour Energy.

Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini