TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengapresiasi pengembalian kerugian negara hingga belasan triliun oleh Kejaksaan Agung RI dalam periode Januari-Juni 2021.
Fahri sendiri tidak sependapat dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), yang memberikan nilai C kepada Kejaksaan Agung.
Mengukur kinerja, kata Fahri, seharusnya bukan berbasis pencitraan.
"Kinerja yang dilakukan kejaksaan lebih konkret yaitu pengembalian kerugian negara. Saya melihat ada orang tidak senang dengan upaya pengembalian negara. Dianggap tidak heroik dibandingkan pakaikan baju, terus pameran uang Rp 10 juta," kata Fahri dalam keterangan yang diterima, Senin (20/9/2021).
Eks Wakil Ketua DPR RI tersebut melihat apa yang dilakukan Kejagung lebih konkret, terutama dalam pengembalian kerugian negara, dan dia melihat ada orang tidak senang dengan upaya-upaya tersebut.
"Makanya saya bilang salah kalau ponten jelek. Kalau saya pontennya di pengembalian. Makanya saya kasih A+," ucap Fahri.
Fahri mengibaratkan terdapat dua orang pekerja, yang satu berpenampilan menarik, rapi dengan memakai jas.
Baca juga: Dapat Nilai C dari ICW, Begini Respons Kejaksaan Agung
Sedangkan, seorang pekerja lain, berpenampilan urakan, kumel, dan gondrong. Namun, hasil di antara keduanya jauh berbeda.
"Kalau saya ada anak buah yang satu rapi pakai jas, dapet Rp10 juta. Terus yang satu kumel, gondrong, diem-diem dapat Rp15 triliun ini yang hebat. Mentang-mentang pakai dasi rapi dikasih nilai tinggi. Jangan begitulah. kita harus reorientasi nilai. Jangan kinerja berbasis pencitraan tapi terukur harus bisa dinikmati oleh masyarakat," ucapnya.
Fahri juga tak lupa mengapresiasi Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam pemberantasan korupsi yang tidak gembar-gembor, tapi terus bekerja dalam senyap.
Burhanuddin dinilai Fahri telah melakukan terobosan mengenai penerapan restorative justice dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
"Saya kagum karena kemarin saya membaca pidato pak Jaksa Agung, itu menurut saya terobosan," ujar Fahri.
Fahri berujar komunikasi publik Kejagunv mulai membaik, sebab instansi penegak hukum juga harus transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan edukasi ke masyarakat.
"Tidak bisa lagi hukum sebagai alat balas dendam. Restorative justice harus menjadi jiwa dalam penegakkan hukum," pungkasnya.