TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisariat Pemuda Katolik Papua Barat menggelar Konferensi Pemuda Katolik Se-Papua Barat dengan tema 'Membangun solidaritas dan soliditas pemuda Katolik menuju peran nyata bagi Gereja Katolik, Pemerintah, dan masyarakat di Tanah Papua'.
Konferensi ini dilaksanakan pada 27-29 September 2021 di Hotel Aston Niu Manokwari dan telah disetujui oleh hirarki, dalam hal ini Uskup Manokwari-Sorong Mgr. Hilarion Datus Lega dan Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan M.Si.
Lebih dari 100 orang menghadiri konferensi ini, termasuk PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), OMK (Orang Muda Katolik), bahkan ormas WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia).
Ketua Komda Yosepha Faan mengatakan pelaksanaan konferensi ini sejalan dengan visi misi organisasi Pemuda Katolik yang termaktub dalam semboyan 'pro ecclesia et patria'.
"Pemuda Katolik Papua Barat memiliki kewajiban moral untuk terlibat dan melibati kehidupan sosial politik, Gereja di Indonesia dan terutama, di Papua Barat," kata Yosepha, dalam keterangannya, Senin (27/9/2021).
Baca juga: Benidiktus Papa Saat Dies Natalis PMKRI ke-73 : Perlu Kebijakan Menyeluruh Atasi Radikalisme
Sementara itu, Ketua Panitia Konferensi Pemuda Katolik Se-Papua Barat Aloysius Paulus Siep menegaskan konferensi ini penting bagi persatuan, solidaritas dan soliditas seluruh unsur organisasi atau komunitas Gereja Katolik yang ada di Papua Barat.
"Dengan persatuan soliditas ini, Pemuda Katolik dan komunitas Katolik lainnya dapat membangun komunikasi yang sehati sejiwa, persaudaraan lintas suku, agama, budaya, bahkan dengan pemerintah di Papua Barat," kata Aloysius.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menyebutkan bahwa pemuda dan masa depan ibarat 'manusia dan udara', yaitu dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena telah menjadi kodrat bagi pemuda itu sendiri yang sering disebut-sebut sebagai masa depan, tunas bangsa, dan pelanjut generasi. Sebab sejarah telah membuktikan bahwa pemuda turut berandil dalam rangkaian upaya pembangunan bangsa.
"Saya mengajak segenap kaum muda katolik, khususnya yang berada di kabupaten/kota se-provinsi Papua Barat, agar dapat menyadari tanggung jawabnya sebagai pemuda, menyadari tugas panggilannya di tengah-tengah pemerintah, gereja dan masyarakat untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati di tanah Papua," ungkapnya.
Sementara itu, Uskup Monokwari-Sorong Mgr. Hilarion Datus Lega menjelaskan mengenai dasar teologis-kristologis pemimpin kristiani; dimana Allah Bapa pemimpin utama Allah Putra, pemimpin sejati. Kepemimpinan Yesus Kristus adalah kepemimpinan diakonia (pelayanan), kepemimpinan pada hakekatnya adalah bertujuan melayani.
Dalam kesimpulannya, Uskup Hilarion mengatakan, menjadi seorang pemimpin, harus memiliki mentalitas melayani, rela berkorban, sederhana, rendah hati, dan berpendirian teguh serta berpegan teguh pada prinsip kebenaran.
Menjadi seorang pemimpin yang bermentalitas melayani atau sebagai abdi Allah (servus servorum Dei) dan masyarakat (servus popoli), hendaknya bercermin diri terus-menerus di depan cermin ilahi dan mengacu kepada nilai-nilai budaya yang baik.
"Sebagai pemimpin sejati, hendaknya belajar memperbaiki diri, mengoreksi diri, mengendalikan diri (emosinya), dan menguasai diri sebelum tampil memimpin orang lain. Dengan perkataan lain, menjadi pemimpin sejati bagi masyarakat hendaknya memiliki beberapa sikap dan sifat, seperti melayani, mengabdi, berkorban, dan berani mengatakan kebenaran dan menolak manipulasi, rekayasa dan kebohongan," kata Mgr. Hilarion.
Di sisi lain, Wakil Sekjen Pengurus Pusat Pemuda Katolik Edward Wirawan menyebut konferensi ini adalah sebuah defining moment, dimana Pemuda Katolik Papua Barat bertransformasi menjadi pelayan (pemimpin), bagi Komunitas-Komunitas Katolik di Papua Barat dan bahkan bagi Komunitas Masyarakat lainnya.
Edward melanjutkan, kerja konsolidasi organisasi bukanlah akhir tetapi sebuah permulaan untuk lebih terlibat dalam persoalan sosial kemasyarakatan dan gereja. Tujuan konsolidasi adalah keutuhan organisasi karenanya dengan organisasi yang utuh dan kosolidatif, maka pemuda katolik siap untuk terlibat dalam persoalan gereja bangsa dan negara.
"Analoginya, konsolidasi organisasi seperti seorang sopir memperbaiki kendaraan truk yang rusak menjadi baik. Dengan kendaraan truk yang baik, sang sopir tersebut, bisa melakukan kerja seperti angkat pasir atau kerja lainnya. Sopir truk tersebut menjadi produktif. Inilah mengapa, konsolidasi, konferensi ini saya sebut sebagai defining moment Pemuda Katolik Komda Papua Barat," tandasnya.