Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan sikap terkini pemerintah terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi polemik belakangan ini.
Mahfud menjelaskan Mahkamah Konsitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan bahwa secara aturan TWK yang digelar KPK bersama BKN dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sudah benar.
Namun demikian, kata dia, dalam putusan tersebut tersirat meskipun aturan terkait pelaksanaan TWK tersebut benar, bukan berarti 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK tersebut tidak bisa menjadi ASN.
Menurutnya, pada tataran pelaksanaan aturan tersebutlah yang kemudian timbul perdebatan.
Setelah perdebatan panjang di publik, kata Mahfud, pemerintah kemudian mengusulkan untuk menjadikan para pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK sebagai ASN pemerintah mengingat KPK lembaga independen yang tidak berada di bawah Presiden.
Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Publik bertajuk Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah, dan Kampung Halaman yang dipandu Didik J Rachbini di Twitter @djrachbini, Rabu (29/9/2021).
"Kalau KPK tidak mau, sebagai lembaga independen mengambil 75 orang ini, biar kita yang ambil. Sudah dites lagi. Dites lagi dari 75 ini lulus 17 orang. Sehingga sisanya itu tetap ditolak KPK. Lalu pemerintah, ya sudah lah masuk ke pemerintah, melalui apa? Kapolri. Jadi ASN di tempat saya saja, kata Kapolri sesuai dengan persetujuan Presiden," kata Mahfud.
Baca juga: Himmah Puji Langkah Kapolri Surati Presiden soal Perekrutan 56 Pegawai KPK Tak Lulus TWK
Dengan demikian, kata Mahfud, pemerintah menawarkan kepada 56 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK tersebut menjadi ASN Polri dengan pangkat dan golongan yang sama dengan para pegawai yang telah diangkat sebagai ASN di KPK.
"Pangkatnya sama dengan teman-teman lain yang diangkat di KPK. Yang masa kerjanya sekian tahun, golongan 4, yang sekian tahun golongan 3D dan seterusnya. Sama, kan gitu. Pemerintah terakhir, sikapnya seperti itu," kata Mahfud.
Ia kemudian melanjutkan dengan membandingkan produktifitas KPK era sekarang dengan era sebelumnya.
Meskipun hal tersebut bisa diperdebatkan, kata dia, produktifitas KPK era sekarang setidaknya di tahun pertama tidak kalah dengan era sebelumnya.
Bahkan, lanjut dia, mungkin lebih baik.
Baca juga: Mensesneg Beberkan Isi Pertemuan Kapolri dengan Menpan RB dan BKN soal Rekrutmen 56 Pegawai KPK
Pada tahun pertama KPK sekarang, kata dia, sudah berhasil menangkap dua Menteri aktif.
Terhadap hal tersebut, kata Mahfud, sikap Presiden Joko Widodo tegas membiarkan apabila memang menteri tersebut salah.
Selain itu, kata dia, di tahun pertama kinerjanya jumlah kepala daerah yang ditangkap KPK sekarang juga lebih banyak daripada KPK sebelumnya.
Tak hanya itu ia juga membandingkan nilai potensi korupsi yang berhasil diselamatkan KPK sekarang juga relatif besar.
Ia melanjutkan hal tersebut di antaranya karena korupsi di Indonesia terjadi di mana-mana sehingga siapapun yang memimpin KPK bisa menangkap koruptor.
Baca juga: KPK Terima Aduan Menteri BUMN Erick Thohir Terkait Dugaan Korupsi di Krakatau Steel
"Itu lah yang ditunjukan KPK sekarang. Tangkap aja kalau cuma mau jumlah nangkap orang. Kan begitu. Oleh sebab itu, ini kadang persoalan selera, persoalan politik, dan sebagainya. Tapi mari kita perbaiki bersama-sama lah," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, meminta izin menarik 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Bareskrim Polri.
"Kami sudah berkirim surat kepada bapak Presiden untuk memohon terhadap 56 orang yang melaksanakan tes TWK yang tidak lulus di tes dan tidak dilantik sebagai ASN KPK untuk bisa kita tarik kemudian kita rekrut untuk menjadi ASN Polri," kata Sigit dalam konferensi pers daring di Papua, Selasa (29/9/2021).
Setelah mengirim surat, Sigit pun mengaku sudah mendapat surat jawaban dari presiden melalui Mensesneg Pratikno. Intinya, Presiden Joko Widodo menyetujui permintaannya tersebut.
“Tanggal 27 kami dapat surat jawaban dari Pak Presiden lewat Mensesneg. Prinsipnya beliau setuju 56 pegawai KPK itu bisa jadi ASN Polri,” kata Sigit.
Bukan tanpa alasan mengapa Jenderal Listyo Sigit meminta izin untuk mengangkat 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK itu untuk menjadi ASN di Korps Bhayangkara.
Menurut Sigit, Korps Bhayangkara melihat rekam jejak dan pengalaman pegawai KPK tersebut yang memiliki kemampuan di bidang pemberantasan korupsi. Sehingga, kata dia, hal itu bermanfaat untuk memperkuat Polri sebagai institusi.
Setelah mendapat restu Presiden, Jenderal Listyo Sigit akan segera berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) membicarakan mekanisme pengangkatan 56 pegawai KPK itu menjadi ASN di Bareskrim Polri.
"Proses sedang berlangsung, mekanisme seperti apa sekarang sedang didiskusikan," ucap Sigit.
KPK sendiri sebelumnya telah memutuskan memberhentikan dengan hormat 56 pegawai yang gagal melewati tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status jadi ASN per 30 September 2021.
Dari 56 pegawai itu di dalamnya ada nama sejumlah penyidik andal seperti Yudi Purnomo yang juga merupakan Ketua Wadah Pegawai KPK, penyidik senior Novel Baswedan yang merupakan mantan anggota Polri, hingga Harun al Rasyid yang dijuluki sebagai Raja OTT.