News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MA Minta Penegak Hukum Merujuk UU Pers untuk Perkara Jurnalistik, Jangan Hanya Lihat UU ITE

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Andi Samsan Nganro resmi menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro meminta para penegak hukum memperhatikan Undang-undang (UU) Pers saat menangani kasus yang berhubungan dengan jurnalis atau wartawan.

Menurut Andi, kasus yang berhubungan dengan jurnalis saat melakukan peliputan adalah Lex Specialis atau hukum yang bersifat khusus.

"Artinya bahwa yang dilaporkan ini, atau terlapor ini adalah pemangku profesi. Profesi wartawan. Wartawan ini ada undang-undangnya, ada kode etiknya. Sehingga itu sebenarnya makna Lex Specialis itu, bahwa diberlakukan, diperhatikan UU Pers," ujar Andi dalam webinar yang digelar Dewan Pers, Kamis (30/9/2021).

Dirinya meminta para penegak hukum di ranah pidana, atau perdata tidak hanya mendasarkan kasus yang berhubungan dengan insan pers pada UU ITE atau KUHP.

"Bahwa ketika perkara yang dilaporkan atau ditangani itu ada indikasi bahwa itu karya jurnalistik. Maka hendaknya, jangan semata-mata hanya melihat apakah itu KUHP atau UU ITE," ucap Andi.

Baca juga: Jakob Oetama dan PK Ojong Sosok yang Mencerahkan Bangsa Melalui Produk Jurnalistik

Andi mengatakan para jurnalis tidak seperti orang biasa.

Menurutnya, wartawan tidak boleh disamakan dengan masyarakat yang melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap sesamanya.

Pekerjaan jurnalis, kata Andi, dilindungi oleh Pasal 6 UU Pers mengenai peran pers.

"Pemegang pekerja pers ini yang melakukan membuat berita yang mengandung, mungkin memang ada menyentil. Tapi itu dilakukan atas nama profesinya. Ada dilindungi oleh pasal 6, peran pers. Dia bisa menyuarakan hukum dan keadilan," jelas Andi.

Dirinta menyarankan agar ada istilah sengketa pers yang memungkinkan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pers melalui dialog antara kedua pihak.

Sehingga penyelesaiannya tidak harus masik ke ranah hukum dan dapat diselesaikan secara damai.

"Saya setuju hendaknya kita bangun istilah sengketa pers. Bisa saja seperti orang bertetangga yang mempermasalahkan batas. Bisa selesaikan secara damai, tidak harus ke pengadilan. Jadi kita menghilangkan kesan bahwa sengketa pers itu diselesaikan secara hukum," pungkas Andi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini