News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kalimantan Selatan

Bupati HSU Abdul Wahid Bungkam dan Tertunduk Usai Diperiksa KPK Terkait Suap Lelang Proyek Irigasi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022 di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/10/2021) malam.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan pemeriksaan terhadap Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid, Jumat (1/10/2021) malam.

Abdul Wahid diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022.

Keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan sekira pukul 21.24 WIB, Abdul Wahid yang memakai setelan kemeja putih, celana hitam, serta kopiah lebih memilih bungkam.

Sembari menjinjing tas kotak di tangan kanan, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten HSU itu bungkam dan tertunduk hingga menuju mobil Toyota Kijang Innova berpelat nomor B 2955 BIH.

Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Abdul Wahid diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas.

"Hari ini pemanggilan dan pemeriksaan saksi untuk tersangka MRH dkk. Bertempat di Kantor KPK, Jl Kuningan Persada Kav. K4, atas nama Abdul Wahid, Bupati HSU Kalsel," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Geledah Rumah Dinas Bupati HSU, KPK Amankan Uang dan Bukti Elektronik

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, Kamis (16/9/2021).

Sebagai penerima, yakni Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara

Sedangkan sebagai pemberi, yaitu M​​​​arhaini (MRH) dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar, dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar.

Baca juga: OTT di Kalsel, KPK Jerat Plt Kepala Dinas PU HSU dan 2 Direktur Perusahaan Sebagai Tersangka

Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut, dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar, dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.

Baca juga: OTT di Hulu Sungai Utara, KPK Pinjam Ruangan Polres HSU Selama Tujuh Jam untuk Pemeriksaan

Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.

Sedangkan Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.

Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Bupati Hulu Sungai Utara dan Kantor Bupati Hulu Sungai Utara.

Dari penggeledahan tersebut diamankan sejumlah uang, berbagai dokumen, dan barang elektronik yang diduga terkait dengan kasus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini