Organisasi lainnya dari seluruh nusantara bergabung dengan Gerwani beberapa tahun berikutnya, dikutip dari laman Universitas Krisnadwipayana, unkris.ac.id.
Gerwani mendirikan kantor-kantor di seluruh negeri, dan berkantor pusat di Semarang.
Sehingga Semarang pernah mendapat julukan sebagai "Kota Merah" karena banyak organisasi berhaluan kiri seperti Gerwani.
Organisasi ini melihat ketegangan internal antara sayap feminis dan sayap komunis, sehingga mereka memiliki asosiasi dengan PKI, walaupun jarang terbagi jelas selang kelompok-kelompok ini.
Kampanye awal difokuskan pada reformasi sistem hukum Indonesia bagi wanita dan pria yang sama di mata hukum.
Mereka juga banyak menekan undang-undang perkawinan.
Yaitu undang-undang yang memberikan prioritas kepada budaya setempat yang membatasi kemampuan perempuan sebagai pewaris harta atau menolak pernikahan poligami secara paksa.
Pada skala lokal, Gerwani juga memberikan dukungan individu bagi perempuan yang telah menjadi korban KDRT atau disakiti oleh suami mereka.
Banyak dari keanggotaan awal Gerwani diambil dari kelas menengah, sehingga mereka berhasil keanggotaan Gerwani menjangkau kelas buruh dan kaum tani.
Pada awal 1960-an, Gerwani telah mendapatkan peran dalam politik nasional.
Hubungan dengan PKI menjadi semakin akrab, dan aspek-aspek feminis dalam aktivisme telah menjadi kurang.
Organisasi ini juga menjadi pendukung kuat Presiden Sukarno, yang mereka menghormati karena nasionalisme dan kebijakan sosialisnya.
Sebenarnya, Gerwani mempunyai beberapa ketidaksetujuan internal atas pernikahan poligami yang dilakukan Presiden Soekarno.
Organisasi Gerwani memiliki puncak pengikut sekitar 1,5 juta anggota pada tahun 1965.
Baca juga: Yasin, Saksi Hidup Aktivitas Pemuda Rakyat dan Gerwani di Lubang Buaya: Trauma G30S/PKI Belum Hilang